TEMPO.CO, Jakarta -Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II/2020 (year-on-year) anjlok alias kontraksi minus 8,22 persen.
Badan Pusat Statistik disingkat BPS DKI Jakarta menyatakan bahwa angka tersebut merupakan yang terendah selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
"Meskipun tidak sedalam saat krisis ekonomi tahun 1998," tulis Berita Resmi Statistik dari Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, Rabu, 5 Agustus 2020.
Badan Statistik DKI Jakarta menyebutkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar disingkat PSBB Jakarta sebagai upaya menahan laju penyebaran Covid-19 berdampak besar pada kinerja ekonomi. Karena kebijakan tersebut hampir menghentikan seluruh aktivitas masyarakat.
Pariwisata menjadi sektor yang pertama kali terdampak atas kebijakan tersebut. Fakta tersebut terlihat dari nilai tambah sektor hotel, restoran, transportasi, dan jasa lainnya yang terkontraksi sangat dalam. Sektor industri pengolahan dan konstruksi kemudian mengikuti di belakangnya, yang juga mengalami kontraksi.
"Lebih lanjut, melemahnya kinerja pada sektor-sektor tersebut berimbas pada terkontraksinya kinerja sektor Perdagangan. Hal tersebut dikarenakan turunnya permintaan bahan baku dan penolong," tulis Badan Pusat Statistik DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menyatakan penurunan kinerja perekonomian itu telah melemahkan daya beli masyarakat dan menyebabkan menurunnya konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi yang terkendali dengan baik tidak cukup mengimbangi penurunan pendapatan masyarakat. Sehingga pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) terkontraksi cukup dalam, yaitu minus 5,23 persen (year-on-year) dan tidak mampu lagi menjadi penggerak perekonomian Jakarta.
Melemahnya agregat permintaan secara total juga menginspirasi pelaku usaha untuk menunda investasi. Fakta ini menyebabkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terkontraksi dalam sebesar minus 10,36 persen (year-on-year).
Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat global yang terdampak pandemi Covid-19, tekanan ke perekonomian Jakarta juga datang dari luar. Yaitu, terkait menurunnya arus barang dan jasa yang keluar-masuk di Ibu Kota.