TEMPO.CO, Jakarta - Gugatan tim kuasa hukum Bahar bin Smith terkait pencabutan surat asimilasi dari Balai Pemasyarakatan Bogor dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Bandung pada Senin, 12 Oktober 2020.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat seluruhnya. Mengadili dalam pokok sengketa mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis PTUN Bandung Faisal Zad di Bandung, Senin 12 Oktober 2020.
Pada perkara ini, tim kuasa hukum Bahar Smith menjadi penggugat, dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bogor sebagai tergugat.
Dalam sidang putusan itu, hakim menerima gugatan dari penggugat untuk seluruhnya. Dengan demikian, Surat Keputusan Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas II Bogor Nomor: W11.PAS.PAS33.PK.01.05.02–1987 Tanggal 18 Mei 2020 Tentang Pencabutan Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong Nomor: W11.PAS.PAS.11.PK.01.04-1473 Tahun 2020, dinyatakan tidak sah.
Dengan demikian, hakim memerintahkan tergugat untuk mencabut surat keputusan itu dan memberikan kembali hak asimilasi terhadap terpidana kasus penganiayaan remaja, Bahar Smith.
Berikut ini adalah sejumlah fakta yang dihimpun Tempo mengenai perkara tersebut.
1. Kronologi
Pada Mei lalu Bahar bin Smith disebut masuk ke dalam program napi asimilasi. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Abdul Aris, mengatakan Bahar sudah menjalani setengah masa tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka.
Sedianya, Bahar bin Smith dijadwalkan bebas murni pada 2021 mendatang. Namun, kata Aris, karena kedaruratan Covid-19, Bahar bisa sedikit menghirup udara segar melalui program napi asimilasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Kalau hak integrasinya itu pada 12 November 2020 mendatang. Saat ini dia ikut program asimilasi dari Kementerian Hukum dan HAM," kata Aris, Sabtu, 16 Mei 2020.
Namun, tak lama setelah menghirup udara bebas Bahar langsung kembali berdakwah di pondok pesantrennya, setelah bebas. Petugas pemasyarakatan memperingatkan Bahar karena kegiatan tersebut bisa mengundang massa dan bisa menjadi pelanggaran dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB).