TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) meminta polisi menghentikan penyidikan terhadap kasus video porno penyanyi Gisella Anastasia alias Gisel. Menurut Kompaks, kasus itu harus dihentikan karena Gisel adalah korban dan penetapan tersangka terhadapnya adalah kriminalisasi.
"Aparat hukum, penyidik kepolisian berfokus kepada penyidikan terhadap pihak pelaku yang menyebarkan video itu." Demikian siaran pers yang dikeluarkan KOMPAKS pada Kamis, 31 Desember 2020.
Kompaks juga mendorong DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang berfokus pada pemenuhan hak korban kekerasan seksual. Kompaks meminta agar RUU itu dapat memberikan perlindungan dan pemulihan tanpa kriminalisasi terhadap korban kekerasan seksual.
Komnas Perempuan mencatat kenaikan kasus Kekerasan Gender Berbasis Siber sebesar 300 persen yakni sebanyak 281 kasus pada 2020 dibandingkan 97 kasus pada 2018.
Kompaks mendorong masyarakat sipil berperan aktif menciptakan ruang siber aman dan nyaman, bebas dari kekerasan seksual dengan tidak ikut menyebarluaskan dan menghentikan penyebaran konten intim tanpa izin.
Kompaks juga mengajak masyarakat melawan narasi yang menyudutkan dan menyalahkan korban, serta turut menciptakan ruang aman untuk korban mendapatkan keadilan dan pemulihan terlepas dari identitas sosial yang dimiliki korban.
Selasa lalu, 29 Desember 2020, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Gisel dan Michael YD, pemeran lelaki dalam video itu, sebagai tersangka kasus video porno. Polisi menetapkan status itu setelah mendapat pengakuan dari Gisel dan Michael.
Gisel menjelaskan kepada penyidik bahwa video syurnya dibuat pada 2017 di sebuah hotel di Medan dan direkamnya sendiri. Motif Gisel memvideokan adegan itu, kata Yusri, sebagai dokumentasi pribadi.
Gisella Anastasia dibidik dengan Pasal 4 ayat 1 Juncto 29 UU Nomor 44 tentang pornografi dan Pasal 27 ayat 1 juncto pasal 45 UU tentang ITE. Sedangkan Michael dijerat dengan Pasal 8 ayat 1 Juncto 29 UU Nomor 44 tentang pornografi. Mereka terancam penjara hingga 12 tahun.