Kemudian Anies menanggapi Menkeu dengan menegaskan bahwa Pemprov DKI juga telah menyediakan Rp5,032 triliun dalam bentuk belanja tidak terduga.
Pada 8 Mei 2020, Sri Mulyani mengumumkan kekurangan bayar DBH DKI Jakarta, seperti yang ditagih Anies, sudah dibayar setengahnya. Jumlahnya Rp 2,6 triliun dari total Rp 5,1 triliun. DBH ini akan yang digunakan oleh DKI untuk bantuan sosial 1,1 juta warga DKI Jakarta yang terimbas Covid-19.
Sebelumnya, DPRD DKI telah mendesak Sri Mulyani melunasi penuh DBH yang menjadi hak Pemprov DKI. Lalu pada 8 Mei 2020, Ketua Komisi A DPRD DKI Mujiyono pun menilai Sri Mulyani keliru dengan menyebut DKI tak punya anggaran bantuan sosial bagi 1,1 juta warga tersebut.
Sebab, DKI sudah menganggarkan Rp 10,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Semestinya, kata Mujiyono, Sri Mulyani harus segera melunasi utangnya (DBH) agar DKI bisa cepat memberikan bantuan kepada warga terdampak. “Jadi salah kalau bilang DKI tidak punya anggaran,” ujarnya.
Staf Khusus Menkeu, Yustinus Prastowo berpendapat bahwa polemik pembayaran DBH ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Sebab sesuai dengan UU, pembayaran DBH itu dilakukan setelah audit BPK selesai.
“Itu malah mendegradasi kebijakan Pemprov DKI yg mengalokasikan belanja tidak terduga sebesar 5T untuk penanganan Covid-19,” kata dia.
Menko Polhukam Sebut DKI Tidak Serahkan Data
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menjelaskan duduk perkara polemik bansos antara DKI dan pusat. Berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI terkait bansos, beberapa kewajiban DKI dibebankan ke Pusat, tetapi Pemprov harus memberikan data penerima.
Selanjutnya: Yang kemudian dibebakan ke pusat...