Meski tinggal bersebelahan dengan bangunan pabrik, Ahmad mengaku tak pernah mendapatkan kompensasi bising dan bau dari pabrik tersebut.
Keluhan yang sama juga disampaikan Khadariah, warga kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Balaraja. Meski berbeda kecamatan, lokasi kampung Jatake dan kampung Kramat hanya dipisahkan oleh saluran irigasi yang juga menjadi saluran pembuangan limbah cair PT Mayora.
"Kalo dulu air sumur di sini jernih, segar seperti air mineral," kata Khadariah, 40 tahun.
Namun, sejak pabrik itu beroperasi, volume air sumur mereka menyusut dan berubah warna. "Keruh dan kekuningan," katanya. Untuk kebutuhan makan dan minum, dia terpaksa membeli air isi ulang.
Warga kampung itu, Husna, 45 tahun, memutuskan berlangganan air PDAM ketika air sumurnya semakin sedikit dan keruh. Warga kampung yang juga tinggal bersebelahan dengan bangunan pabrik itu juga mengeluhkan suara bising mesin pabrik siang dan malam. Bau limbah sudah biasa mereka cium sehari-hari.
"Kadang menyengat baunya saat lagi makan, langsung hilang nafsu makannya," kata Husna.
Warga kampung itu mengaku tak pernah mendapatkan kompensasi apapun dari perusahaan itu. "Selama empat tahun lebih pabrik itu berdiri seperakpun belum saya terima," kata Husna yang diamini warga lainnya.
Selanjutnya air limbah pabrik Mayora mengalir di saluran irigasi ke Sungai Cidurian...