TEMPO.CO, Tangerang - Petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan keberangkatan 170 pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal selama periode 1-19 Januari 2022.
"Kami sudah mencegah 60 orang yang akan berangkat ke Malaysia secara non prosedural. Kemudian untuk ke negara lainnya sejumlah 110 orang," ujar Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Andika Pandu Kurniawan usai talkshow dengan tema Pencegahan Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Kamis 20 Januari 2022.
Pandu mengatakan ratusan pekerja migran ilegal itu diserahkan ke Badan Pelindung Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk diberikan edukasi dan melengkapi dokumen yang diperlukan untuk ke luar negeri.
"Sejauh ini kami melakukan kerja sama juga dengan Polres Bandara Soekarno-Hatta untuk mengembangkan beberapa kasus yang kami duga patut untuk dinaikkan ke proses penindakan hukum," kata Pandu.
Petugas Imigrasi kadang kesulitan mengidentifikasi para pekerja migran ilegal ini. Sebab, mereka berpenampilan seperti penumpang pada umumnya.
"Modus mereka juga bermacam-macam, ada beberapa diawali magang, biasanya di negara Jepang, Korea itu mereka pelajar yang magang dan tidak pulang dan dapat pekerjaan di situ," kata Pandu.
Ada juga yang menggunakan modus ziarah atau umrah ke Arab Saudi. "Mereka melaksanakan Umrah terus gak balik lagi. Ada juga modus wisata katakanlah ke Turki, ke Dubai," ucap Pandu.
Untuk mencegah PMI ilegal, petugas Imigrasi harus jeli dalam memeriksa keabsahan dokumen dan saat wawancara. Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta juga melibatkan BP2MI dalam menganalisa PMI non prosedural tersebut.
Kepala BP2MI Kantor Wilayah Banten Joko Purwanto mengatakan motivasi bekerja di Luar Negeri secara cepat dan instan yang mendorong banyaknya PMI non prosedural. "Ingin cepat berangkat. Hari ini kepengen, besok sudah berangkat," ujarnya.
Padahal, kata Joko, untuk bisa bekerja di Luar Negeri secara resmi tidaklah sulit. "Asalkan syarat dan administrasinya terpenuhi," katanya.
Menurut Joko, banyak PMI non prosedural hanya bermodalkan paspor dan visa. Mereka tidak dibekali surat dan dokumen lainnya seperti perjanjian kerja yang mengatur gaji, tempat bekerja dan lamanya waktu bekerja, pelatihan bekerja dan ketrampilan.
"Mereka harus diketahui aparat desa atau lurah setempat, harus membayar asuransi serta dinyatakan sehat oleh sarana kesehatan klinik yang ditentukan untuk mereka sehat untuk bekerja."
Menurut Joko, ratusan PMI non prosedural yang berhasil dicegah tidak dilengkapi dengan dokumen prosedural yang dipersyaratkan undang undang nomor 18 tahun 2017.
Sejak tahun 2021, kata Joko, kepala BP2MI Beni Ramdani sudah melakukan pencegahan hampir 1.500 pekerja migran non prosedural. " Mereka bukan digolongkan diloloskan, tetapi hasil sidak ke penampungan ilegal yang tidak ada izinnya."
JONIANSYAH HARDJONO
Baca juga: Dinas Kesehatan DKI: 61 Pekerja Migran yang Sedang Karantina Positif Covid-19