Jadi masalah serius apa yang membuat Leonardi dan Anda bersitegang?
Saya tidak tahu dia tidak menceritakan. Dalam perjalanan ke Tangerang itu, tiba-tiba secara mendadak Leon menghentikan kendaraan di tengah jalan tol. Saya terkejut, dia menepikan mobil, membuka pintu lalu turun menyeberang badan jalan tol. (Saat menceritakan ini, Mery tampak meneteskan air mata).
Saya panik tak bisa berkata apa-apa. Sampai kemudian saya sedikit lega saat dia kembali menyeberang dan menaiki mobil. Dari balik kemudi, dia hanya bilang buka Waze (aplikasi navigasi) ke Sungai Cisadane.
Saya hanya mengiyakan. Tapi saya tidak turuti permintaan dia. Saya alihkan ke arah hotel. Dalam pikiran, saya dinas malam harus istirahat cukup. Apalagi saat itu kami belum makan siang.
Sebelumnya pada pukul 14.00 siang, saya menelpon ibu Leon. Niat saya adalah menceritakan keadaan dia dan hendak minta bantuan karena dia terlihat stres.
Pikiran saya kalut, saya baru menyadari saat Ii (tante) sebutan dr.Mery ke ibu Leonardi dalam percakapan telpon terdengar suara bernada tinggi. Rupanya saya tidak menyebut Ii melainkan kata 'kamu' saat saya mengatakan,'harusnya kamu dan Leon yang ke rumah nemui orangtua saya, bukan saya yang ke bengkel karena saya perempuan. Saya malu dalam keadaan begini'. Saya tidak tahu komunikasi seperti apa untuk menyampaikan agar keluarga Leon datang menemui keluarga untuk membicarakan pernikahan.
Sampai pada pukul 17.00 Leonardi berpamitan pulang ke rumah.
Apakah setelah pukul 17.00 sore itu, Leonardi kembali menemui Anda di Hotel?
Saya nenunggu dia tak kembali, saya resah karena waktu mendekati jam masuk kerja. Saya memutuskan keluar hotel pukul 20.00 menuju ke rumah sakit. Saat saya tiba di pintu keluar parkir hotel, Leon tiba-tiba datang. Dia langsung naik mobil pada sisi kiri, saya yang menyetir.
Di dalam mobil, Leon mendadak menanyakan apakah akan menerima jika dia harus keluar rumah hanya membawa buku tabungan saja. Saya bilang ya tidak apa-apa, nanti kita mulai merintis usaha bersama lagi.
Sampai parkir rumah sakit. Saya menuju IGD, dan Leon menunggu dalam mobil di tempat parkir.
Saya kembali dikejutkan dengan sikap Leon. Malam itu, emosi Leon memuncak. Dari tempat parkir dia berjalan ke depan IGD, lalu melepaskan tas selempang dan membantingnya ke lantai.
Saya syok, tapi karena saya sedang bertugas saya cuek dan masuk ke ruangan. Saya tinggalkan dia. Tapi perasaan saya berkecamuk tak karuan. Khawatir, saya keluar ruangan tapi tak mendapati Leon, hanya tasnya yang masih tergeletak di lantai.