TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Pidana UII, Profesor Mudzakkir memberikan penjelasan hukum atas kasus pornografi Dea Onlyfans atau dikenal juga dengan nama Gusti Ayu Dewanti.
Mudzakkir menilai Dea Onlyfans salah karena membuat konten pornografi di Indonesia. Hukum di Indonesia, kata dia, mengatur tentang pelarangan setiap warga Indonesia untuk membuat konten porno.
"Susahnya di Indonesia itu, segala bentuk pornografi itu sebenarnya dilarang. Di luar negeri bisa di sini tidak bisa. Bukan hanya membuat konten, menyebarkan konten pornografi juga sudah termasuk pelanggaran," kata Mudzakkir saat dihubungi pada Jumat 1 April 2022.
Tempo meminta pendapat Mudzakkir untuk menanggapi pernyataan kuasa hukum Dea Onlyfans, yang menyebut kliennya membuat konten untuk publik luar negeri. Aplikasi ini juga bersifat privat dan hanya bisa diakses menggunakan VPN dari Indonesia.
Kuasa hukum Dea, Abdillah Syarifudin mengatakan platform OnlyFans tidak diatur, tidak diakui, dan tidak ada server di Indonesia. Platform OnlyFans juga tidak bisa dibuka di Indonesia. Butuh aplikasi Virtual Private Network atau VPN untuk membuka situs tersebut.
"Jadi kami melihat ada usaha dari klien kami untuk tidak menempatkan konten tersebut ke tempat sesuai wadah yang sesuai dengan porsinya. Yang mana di platform tersebut diperkenankan adanya konten-konten yang berbau keasusilaan," ujar dia.
Jadi pada intinya, kata Abdillah, pihaknya tidak mengelak. "Cuma kami menggarisbawahi ada zona abu-abu terkait dengan OnlyFans itu sendiri," kata dia.
Abdillah menyampaikan bahwa akun di OnlyFans bersifat pribadi dan tidak bisa diakses semua orang.
"Kemudian perlu diingat OnlyFans itu bukan sesuatu yang sifatnya publik. Sifatnya sangat privat tidak bisa diakses sama semua orang. Jadi kalau konteks publik itu sendiri kalau menurut kami, publik itu bisa diakses dan dikonsumsi sama khalayak umum tanpa terkecuali," kata Abdillah.
Guru Besar hukum Pidana UII Mudzakkir menyampaikan bahwa meskipun mengakses Onlyfans memerlukan aplikasi VPN, selama digunakan dan dilihat di Indonesia sudah termasuk pelanggaran.
Konten-konten yang termuat di platform digital tersebut termasuk salah satu dari platform yang dilarang oleh Kominfo.
"Kominfo benar dalam hal ini. Polisi juga berhak dalam menangkap Dea. Karena memang segala bentuk konten pornografi memang dilarang di Indonesia," ujar Mudzakkir.
Mudzakkir menjelaskan bahwa semua fasilitator konten pornografi di Indonesia bisa ditangkap. Di antaranya pembuat konten, pengupload, pendownload, bahkan yang menyebarkan.
"Fasilitator (konten pornografi) di Indonesia bisa kena. Terlebih yang mengunggah pertama itu yang bisa kena. Bahasa hukumnya pengupload lalu melibatkan kreatornya, lalu yang membagikannya. Bahkan yang mendownloadnya. Dimana pun ngeshare gak boleh," kata Mudzakir.
"Selagi bisa dibuka di Indonesia atau mengedarkan di Indonesia maka dikenakan sanksi pidana," tambahnya.
Disampaikan oleh Mudzakkir bahwa Indonesia telah mempunyai aturan mengenai pornografi. Yaitu pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE dan atau pasal 4 ayat 1 jo pasal 29 dan atau pasal 4 ayat 2 jo pasal 30 dan atau pasal 8 jo pasal 34 dan atau pasal 9 jo pasal 35 dan atau pasal 10 jo pasal 36 uu no 44 tahun 2008.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Dea OnlyFans Bikin Konten Asusila Bukan untuk Orang Indonesia