Pertama, soal revisi studi kelayakan yang sampai sekarang belum diterima DPRD padahal dalam LHP BPK dikatakan dokumen tersebut sudah ada. Hal itu dianggapnya ganjil padahal DPRD sudah meminta studi kelayakan ini sejak tahun lalu.
"Dari situ kita bisa tau perhitungan untung rugi dan dampak ekonomi dalam kondisi pandemi. Mengapa harus disembunyikan?" ujar Anggara lewat keterangan tertulis pada Senin, 20 Juni 2022.
Politikus PSI DKI itu menilai tanpa transparansi studi kelayakan, perhitungan pengeluaran penyelenggaraan Formula E Jakarta tidak akan jelas. Dia mencontohkan saat membangun sirkuit beberapa kali angkanya berubah, jumlah penonton juga akhirnya berubah dari apa yang direncanakan.
"Ini kan bukan acara amatir jadi harus jelas semuanya. Indikator program berhasil bukan cuma kemeriahan di hari pelaksanaan, tapi bagaimana eksekusi sesuai dengan perencanaan," katanya.
Kedua, PSI menemukan kejanggalan PT Jakarta Propertindo atau
JakPro harus membayar kekurangan
commitment fee sebesar Rp 90,7 miliar untuk pelaksanaan balap mobil listrik Jakarta E-Prix untuk tiga tahun. Padahal, Jakpro sempat menyatakan hasil renegosiasi terakhir pembayaran commitment fee untuk tiga tahun adalah sebesar Rp 560 miliar.
Menurut dia, ada rekam jejak digitalnya bahwa JakPro pernah menyatakan commitment fee untuk tiga tahun Formula E adalah Rp 560 miliar, sekarang faktanya harus bayar Rp 90,7 miliar lagi. Belum tentu Jakpro bisa bayar karena tahun 2019 dan 2020 rugi.