TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak pengajuan status justice collaborator oleh AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti alias Anita, dan Syamsul Ma'arif alias Arif. Tenaga Ahli LPSK Syahrial Martanto mengatakan pengungkapan kasus peredaran lima kilogram sabu bukan berawal dari mereka.
"Keterangan kesaksian AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Ma'arif, dan Linda Pujiastuti memang penting untuk mengungkap peran Teddy Minahasa, namun pengungkapan perkara narkotika dimaksud tidak berasal dari para pemohon," kata Syahrial saat konferensi pers di kamtor LPSK, Selasa, 13 Desember 2022.
Permohonan perlindungan sebagai saksi pelaku dinilai tidak memenuhi persyaratan ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sebagaimana diketahui, kasus ini terungkap dari penyidikan Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.
Lima kilogram sabu yang beredar di Jakarta berasal dari pengungkapan kasus peredaran 41,4 kilogram sabu di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kemudian sabu itu disisihkan dan ditukar dengan tawas.
Buntut kasus itu, beberapa orang dari masyarakat sipil dan anggota kepolisian di Jakarta Utara dan Jakarta Barat ditangkap. "Diawali dari tertangkapnya jual-beli sabu oleh oknum Kapolsek Kalibaru Kasranto dan anggotanya Janto," tutur Syahrial.
Walau menolak permohonan justice collaborator (JC), LPSK memberi rekomendasi kepada penyidik Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Rekomendasi itu berupa pemisahan penahanan antara Dody, Linda, dan Arif dengan Teddy Minahasa.
Selain itu, LPSK minta polisi menjamin keamanan terhadap ketiganya selama ditahan. LPSK masih membuka ruang bagi Dody, Linda, dan Arif untuk mengajukan permohonan perlindungan dalam status hukumnya sebagai saksi pada berkas perkara dengan tersangka Teddy Minahasa.
"Namun, yang bersangkutan perlu mengajukan kembali permohonan perlindungan kepada LPSK untuk selanjutnya dilakukan penelaahan untuk mendapatkan keputusan pimpinan LPSK," ujar Syahrial.
Pengacara dari Dody, Anita, dan Arif tetap mengapresiasi keputusan LPSK walau tidak mengabulkan permohonan. Adriel Viari Purba mengatakan tiga kliennya itu tetap akan mengungkap perkara lima kilogram sabu ini di pengadilan.
"Perkara ini bukan tentang klien kami, tapi tentang seorang jenderal bintang dua yang diduga sebagai bandar atau otak peredaran lima kilogram sabu," tutur Adriel dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 Desember 2022.
Dalam kasus dugaan peredaran sabu ini, Dody Prawiranegara dan para tersangka lain dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal mati atau minimal 20 tahun penjara.
Baca juga: Juctice Collaborator Ditolak, Kubu Dody Prawiranegara Janji Blak-blakan di Pengadilan