TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia atau Lemkapi, Edi Hasibuan menilai kebijakan jalan berbayar di Jakarta atau electronic road pricing (ERP) malah akan memberatkan masyarakat dan meminta rencana itu dibatalkan. "Kami melihat jika ini diterapkan, lagi-lagi masyarakat yang harus menanggung beban," kata Edi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta itu mengatakan, jika kebijakan tersebut diterapkan, maka tidak hanya masyarakat pemilik kendaraan yang diberatkan, tapi masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan juga ikut diberatkan.
Salah satu contohnya adalah penumpang taksi daring yang juga harus menanggung biaya tambahan ketika harus melewati jalur tersebut. "Kebijakan jalan berbayar pada 25 ruas jalan di Ibu Kota itu semakin memberatkan rakyat dan hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar," ujarnya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional periode 2012-2016 itu juga mengatakan selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah merepotkan masyarakat. Apalagi jika masyarakat kini harus membayar lagi ketika melintas di 25 ruas jalan tersebut.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik. Berkaitan dengan tarif, Dishub DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.
Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), dijelaskan kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan dan waktu tertentu. Merujuk draf tersebut, ERP bakal dilaksanakan di 25 ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.
Baca: Kapan, Dimana, dan Berapa Tarif Jalan Berbayar Akan Diterapkan di Jakarta?
Heru Budi sebut besaran tarif jalan berbayar di Jakarta dibahas dengan pemerintah pusat
Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, besaran tarif untuk jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) masih akan dibahas dengan pemerintah pusat.
Ia menjelaskan persoalan tentang tarif ERP ini akan masuk dalam tahap pembahasan lanjutan setelah regulasi tentang ERP selesai dibahas. "Tarif saya tidak menyampaikan, tapi masih perlu pembahasan dengan tingkat pusat," kata Heru usai menghadiri acara pelepasan kontingen PWNU DKI Jakarta di Balai Kota DKI pada Rabu, 11 Januari 2023.
Heru menuturkan saat ini regulasi tentang jalan berbayar atau ERP masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang masih dibahas di DPRD DKI Jakarta. "Itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing terus jadi Perda," tuturnya.
Setelah menjadi peraturan daerah (Perda) maka akan dibuat peraturan turunannya, bisa Peraturan Gubernur (Pergub) atau Keputusan Gubernur (Kepgub). "Setelah itu baru proses lagi untuk proses bisnisnya. Proses bisnisnya masih pembahasan, nanti siapa yang mengelola badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD," ungkap Heru.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sudah mengusulkan besaran tarif ERP berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp19 ribu menyesuaikan kategori dan jenis kendaraan. Sementara itu, berdasarkan pasal 14 draf Raperda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLSE) yang di dalamnya mengatur ERP disebutkan bahwa dalam penetapan tarif ERP harus memperhatikan sejumlah prinsip.
Baca juga: Pendapatan Jalan Berbayar Disarankan untuk Perbaiki Kualitas Transportasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.