TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut motif pembunuhan sopir taksi online yang dilakukan Bripda Haris Sitanggang, anggota Densus 88, karena terlilit utang.
“Terkait dengan HS saya belum mendapat secara menyeluruh. HS ada masalah utang piutang. Namun, ini dilakukan tindakan tegas dan juga diawasi,” kata Trunoyudo di kantornya, Jumat, 10 Februari 2023.
Haris akan dikenakan sanksi kode etik berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dilakukan oleh kesatuan detasemen khusus antiterror Polri itu. “Jika ada akan ditindak etik, jika yang bersangkutan di luar Polda maka di satuan kerjanya,” kata Trunoyudo.
Haris membunuh Sony Rizal Taihitu, sopir taksi online, di Perumahan Bukit Cengkeh, Depok, Jawa Barat pada 23 Februari 2023.
Sebelum melakukan pembunuhan, Haris diketahui pernah melakukan lima jenis pelanggaran, yakni menipu teman anggota Polri, menipu masyarakat, meminjam uang kepada teman, bermain judi online, dan terlibat utang pribadi yang sangat besar.
Perihal pelanggaran judi online yang dilakukan, Trunoyudo belum mengetahui informasi secara rinci. “Terkait dengan catatan pelanggaran yang dilakukan HS. Saya belum mendapat secara menyeluruh,” katanya.
Densus 88 Akui Bripda HS Kerap Melanggar, Kriminolog: Harusnya Cepat Dikeluarkan
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyayangkan sikap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri (Densus 88) yang tak cepat mengeluarkan Brigadir Dua Haris Sitanggang atau Bripda HS, pelaku pembunuhan sopir taksi online di Depok. Pasalnya, Densus 88 mengakui jika anggotanya itu sudah sering melanggar.
“Bukankah anggota yang bermasalah mustinya buru-buru dikeluarkan saja, gitu kan?” kata Adrianus, Rabu, 8 Februari 2023.
Ia menilai kasus pembunuhan sopir taksi online oleh anggota Densus 88 bisa membuat masyarakat khawatir karena satuan tersebut memiliki data-data sensitif tentang publik. Terlebih motif Bripda HS membunuh karena dia terjerat utang.
“Kalau saya sebagai dosen, terlibat pinjol, paling-paling saya ngamuk sendiri, jedot-jedotin kepala ke dinding, kita, kan, tidak punya senjata, paling-paling marah-marah ke mahasiswa, paling-paling saya diskors oleh dekan. Tapi kalau polisi, Densus pula, waduh bahaya banget itu,” kata Adrianus.
Menurut Adrianus, Densus 88 harus cepat-cepat mengeluarkan anggotanya dari satuan jika memang sering bermasalah. “Jangan punya akses pada Densus, dan punya akses data-data sensitive yang diberikan oleh Densus,” tuturnya.
Kasus pembunuhan sopir taksi online ini, menurut Adrianus, menunjukkan jika Bripda HS merupakan anggota Densus 88 yang sangat bermasalah. “Ini juga berbicara ke depannya, yakni bagaimana Densus menjadi bahan pembelajaran dalam rangka mengantisipasi hadirnya atau masuknya anggota-anggota Polri seperti dia lagi,” kata Adrianus.
Adrianus menyatakan kasus ini sekaligus mencerminkan bahaya dari pinjaman online, sebab bisa menyerang siapa saja. Jika jeratan utang ini menimpa orang yang memiliki keahlian dan akses khusus seperti anggota Densus 88, membuatnya semakin berbahaya dan terbukti pada kasus ini.
Pilihan Editor: Anggota Densus 88 Bunuh Sopir Taksi Online, Kriminolog Khawatirkan Data Publik