TEMPO.CO, Jakarta - Polisi akan menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan sopir taksi online di Depok oleh anggota Densus 88. Jundri R. Berutu selaku pengacara keluarga korban menuturkan, informasi kegiatan rekonstruksi dilakukan pukul 10.00.
"Rekonstruksi pukul 10.00 WIB di Polda Metro Jaya kasus pembunuhan terhadap Sony Rizal Taihitu yang dilakukan oleh anggota Densus 88 atas nama Haris Sitanggang," kata Jundri dalam keterangannya, Rabu, 15 Februari 2023.
Walau begitu, informasi yang disampaikan penyidik Polda Metro Jaya kepada keluarga terbilang mendadak. Pihaknya merasa kecewa karena rekonstruksi juga bukan di Tempat Kejadian Perkara atau TKP.
"Informasi dadakan yang disampaikan pihak Polda Metro Jaya serta lokasi rekonstruksi yang dilakukan bukan di TKP," tutur Jundri.
Sebelumnya, Rusni Masna Asmita B. alias Meta selaku istri Sony Rizal meminta agar wajah Bripda Haris Sitanggang dipublikasikan. Dia penasaran wajah pelaku dan ingin khalayak juga mengetahui.
Meta mengatakan akan memaafkan pelaku jika ada permintaan maaf. Namun, proses hukum tetap harus berlanjut. "Kalau secara agama saya mengampuni, tapi secara hukum saya minta dia tetap dihukum," ujarnya di kantor Komnas HAM, Selasa, 14 Februari 2023.
Kasus ini berawal saat Sony Rizal mengantarkan Bripda Haris Sitanggang secara cuma-cuma dari Semanggi, Jakarta, ke Depok, Jawa Barat. Namun, sopir taksi online itu justru dibunuh dan mayatnya ditemukan di Jalan Nusantara Perumahan Bukit Cengkeh, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok pada 23 Januari 2023.
Motif pembunuhan diduga karena Bripda HS ingin merebut mobil Toyota Avanza warna merah metalik berpelat nomor B 1739 FZG yang dikendarai korban. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, pelaku memiliki masalah ekonomi meski berstatus anggota Densus 88.
"Perilakunya sejauh ini masalah ekonomi secara pribadinya, sehingga ini terjadi," tutur Trunoyudo di Polda Metro Jaya, Selasa, 7 Februari 2023.
Pilihan Editor: Anggota Densus 88 Bunuh Sopir Taksi Online, Kriminolog Khawatirkan Data Publik