TEMPO Interaktif, Jakarta: Seorang wartawan dikeroyok komplotan preman di dalam angkutan kota. Korban sempat melapor ke sebuah pos polisi guna meminta bantuan. Namun, laporan itu tidak lekas direspon. "Saya malah disuruh melapor ke Polda," kata Ronald Saut, ketika melapor di Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/6).
Peristiwa terjadi dini hari tadi sekitar pukul 01.00 WIB, ketika Ronald baru saja pulang dari kantornya di Kebayoran Baru. Wartawan Tempo yang tinggal di Tanjung Priok itu kemudian menumpangi sebuah angkot yang sedang berhenti di perempatan yang tidak jauh dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Di dalam angkot, ia ditemani enam orang penumpang lain. Dihadapannya duduk sepasang suami-istri. Adapun Ronald yang mengambil tempat duduk di bangku tengah sebelah kanan diapit oleh empat pria. "Salah seorang diantaranya duduk di dekat pintu keluar," katanya.
Mulanya tidak ada yang janggal. Namun, selang 200 meter angkot itu melaju ke arah Jl. Jenderal Sudirman, satu dari empat pria itu menyapa Ronald dengan nada ancaman. "Kamu anak Makassar yang kemarin ikut berantem ya? Coba buka tas kamu," kata Ronald mengulangi ucapan pria tersebut.
Permintaan itu tidak lekas dituruti Ronald. Nalar kewartawanannya langsung menangkap sinyal jika ia sedang dijadikan target perampokan. Ronald pun memilih bungkam seribu basa. Namun aksi tutup mulut itu malah membuat kawanan preman makin beringas. "Dua diantaranya berusaha memukul saya," katanya.
Perlakuan brutal itu memaksa Ronald untuk menghindari sejumlah pukulan. Malang baginya. Tanpa sadar tangannya tertusuk kawat tajam yang sedang mengarah ke badannya. Darah segar seketika mengucur.
Meski demikian, Ronald masih saja melayani perlawanan. Ia bahkan sempat merampas ikat pinggang besi bergambar skeater yang akan dipakai untuk menganiayanya. Dengan alat itulah itu melakukan perlawanan. "Mendekati pos polisi patung merdeka, Jl. Jenderal Sudirman, mereka turun," kata Ronald.
Sesampainya di perempatan patung Merdeka, Ronald memilih turun. Ia lalu meminta bantuan atas musibah yang dialaminya kepada petugas polisi yang tengah tertidur di pos polisi di perempatan tersebut. Namun sial baginya. Bantuan yang diberikan hanyalah saran untuk melapor ke Kantor Polda Metro Jaya.
Meski mengaku sedikit kecewa, Ronald akhirnya memilih menuruti saran tersebut. Suasana jalan yang sangat lengang pagi itu memaksanya untuk menempuh rute dengan cara berjalan kaki sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Selang beberapa saat, ia dihampiri sebuah angkot.
"Supir dalam angkot itu menayakan tujuan perjalanan saya," kata Ronald. Belum lagi pertanyaan itu dijawab, Ronald malah menyuruh penumpang kendaraan itu untuk turun. "Kalao berani turun lo sekarang!" bentak Ronald. Ups.., rupanya penumpang angkot itu adalah keempat pelaku yang telah menganiayanya.
Sadar sedang dalam posisi yang tidak menguntungkan, keempat pelaku yang sedang duduk dengan tiga penumpang lain saling bercelingukan. Seolah saling tidak mengenal. Rasa heran supir memaksanya untuk kembali menginjak pedal gas dan meninggalkan Ronald.
"Laporan saya sudah ditangani Polda," kata Ronald.
RIKY FERDIANTO