TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha mengatakan sanksi permintaan maaf kepada 78 pegawai yang terlibat pungli di rutan KPK menjadi preseden buruk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia berkata ke depan, akan sangat sulit bagi lembaga lain mencontoh KPK yang justru gagal menegakkan prinsip zero tolerance dan zona antikorupsi di lingkungannya sendiri.
Praswad mengtakan, KPK seharusnya menjatuhkan sanksi berat kepada para pelaku pungutan liar (pungli) di rutan KPK. "Harus diberhentikan dengan tidak hormat dan diproses tindak pidana korupsi pemerasan dan punglinya," katanya melalui pesan WhatsApp pada Ahad, 25 Februari 2024.
Sebelumnya, Dewan Pengawas atau Dewas KPK menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan puluhan pegawai Rutan KPK yang terlibat praktik pungli berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) Perdewas No. 3/2021.
Ada 78 pegawai rutan KPK yang dijatuhi sanksi permintaan maaf, sementara 12 orang lainnya diserahkan kepada Sekretariat Jenderal KPK.
Dalam sidang pelanggaran etik yang digelar Dewas KPK pada Kamis, 15 Februari 2024 di Gedung C1 KPK, anggota Dewas Albertina Ho menyatakan praktik pungli ini terstruktur secara masif di tiga rutan KPK, yaitu rutan Gedung Merah Putih, Rutan KPK Gedung C1, Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Para pegawai Rutan KPK disebut memberikan jasa kepada para tahanan yang ingin menggunakan handphone di rutan, dengan syarat membayar sekitar Rp 5 juta. “Pada awalnya Rp 20-30 juta kalau memasukkan handphone, begitu juga tiap bulan harus turun Rp 5 juta supaya bebas untuk memakai handphone,” ucap Albertina Ho.
Para terperiksa kasus pungli di Rutan KPK juga memfasilitasi para tahanan yang ingin mengisi daya power bank, membelikan makanan, atau rokok dari luar, atau mengambil barang tahanan dari loker.
Pilihan Editor: Pengajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah di Surabaya Ricuh, Polisi Belum Terima Permohonan Mediasi dari GP Ansor dan Jemaah