TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT ASABRI pada Rabu, 28 Februari 2024, Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Komisaris Jenderal (Purn) Arief Sulistyanto sebagai Komisaris Independen PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) (Persero), menggantikan Ari Dono Sukmanto.
Eks Kabareskrim Arief Sulistyanto menyatakan bahwa penunjukan dirinya sebagai Komisaris Independen PT ASABRI (Persero) merupakan panggilan pengabdian. Menurutnya, sebagai mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, ia akan memberikan kemampuan terbaiknya untuk memajukan kembali ASABRI.
“Saya ditunjuk sebagai salah satu komisaris independen ASABRI untuk membantu Dewan Direksi dan Dewan Komisaris bisa meningkatkan kinerja ASABRI yang maksimal,” kata Arief kepada Tempo, pada Kamis, 7 Maret 2023.
Arief menyatakan bahwa dirinya ditunjuk karena dianggap memiliki pengalaman dan kompetensi yang luas dalam menyelidiki kejahatan ekonomi dan pencucian uang selama ini.
“Selain itu, ditambah dengan kualifikasi akademik saya sebagai doktor hukum bidang tindak pidana pencucian uang yang saya raih di Universitas Pelita Harapan dengan predikat summa cumlaude,” kata dia.
Kilas balik korupsi ASABRI
Sebelumnya pada 2023, ASABRI sempat menjadi sorotan sebab kasus mega korupsi yang dilakukan oleh Benny Tjokrosaputro. Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Asabri, Benny Tjokrosaputro, awalnya dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, dalam putusan pengadilan, Benny justru dinyatakan tidak bersalah (nihil).
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata Hakim Ketua IG Eko Purwanto saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kamis, 12 Januari 2023.
Dikutip dari Antara, Majelis Hakim memutuskan demikian karena ada beberapa alasan yang membuat mereka tidak sependapat dengan tuntutan JPU. Salah satunya adalah karena JPU dianggap melanggar asas penuntutan dengan menuntut di luar pasal yang didakwakan. Selain itu, JPU tidak dapat membuktikan kondisi-kondisi tertentu.
"Perbuatan tindak pidana oleh terdakwa terjadi pada saat negara dalam situasi aman dan terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan," ujar Eko Purwanto.
Hakim menyebut bahwa tindakan tidak berulang-ulang itu disebabkan oleh fakta bahwa kasus Jiwasraya dan Asabri terjadi secara bersamaan. Sebelumnya, Benny juga terlibat dalam kasus korupsi di Jiwasraya terkait penempatan investasi, di mana ia telah dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup. Dalam kasus tersebut, Benny juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 6,08 triliun.
Menurut hakim, berdasarkan fakta, Benny Tjokrowardoyo dinilai melakukan tindak pidana korupsi pada saat situasi negara aman.
"Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan. Oleh karena itu beralasan hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya," kata hakim.
Terlebih lagi tuntutan mati diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan persyaratan pidana mati dapat dijatuhkan adalah sebagai pemberantasan bagi tindak pidana korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku yaitu pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter.
"Tuntutan hukuman mati sifatnya fakultatif artinya pilihan tidak ada keharusan untuk menjatuhkan hukuman mati," kata hakim.
Selain itu, Benny Tjokrosaputro juga sudah dijatuhi hukuman seumur hidup pada 16 Oktober 2020 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pilihan Editor: Eks Kabareskrim Arief Sulistyanto Komisaris Independen ASABRI: Saya akan Berikan Kemampuan Terbaik