Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jumlah Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online Naik

image-gnews
Ilustrasi merekam orang mandi lewat ponsel. Sumber: asiaone.com/The Strait Times.
Ilustrasi merekam orang mandi lewat ponsel. Sumber: asiaone.com/The Strait Times.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Bunga (bukan nama sebenarnya) kaget saat tiba-tiba nomor ponselnya dimasukkan dalam sebuah WhatsApp Group oleh seorang teman laki-lakinya tanpa izin. Dia semakin terkejut karena isi percakapan dalam WhatsApp Group itu membahas hal-hal tak senonoh. Bunga sebagai ‘pendatang baru’ dalam WhatsApp Group itu pun langsung jadi sasaran pelecehan verbal. 

Kepada Tempo, 4 Juni 2024, Bunga, 38 tahun, menceritakan di antara pelecehan verbal yang dialaminya dalam WhatsApp Group itu seperti ‘gimana suara mendesah mu’, ‘ini Bunga yang dari daerah prostitusi itu, kan?’. Ada pula yang nyeletuk ‘tolong info janda’.      

“Dalam WhatsApp Group itu, saya mengalami serangan (pelecehan verbal) bertubi-tubi. Tidak ada yang membela saya. Saya hanya 2 Minggu berada dalam WhatsApp Group itu, lalu keluar,” kata Bunga.   

Kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang dialami Bunga pada Februari 2024 itu, rupanya bukan yang pertama kali dia alami. Sebelumnya pada Agustus 2023, dia pernah juga mengalami KBGO yang dilakukan oleh rekan seprofesinya. 

“Oknum itu suka sama saya. Pernah dia mengirim foto alat vitalnya ke saya, bahkan sampai empat kali. Bikin kaget. Lalu saya blok nomornya, tapi dia kemudian menyebar fitnah kalau saya suka sama dia dan saya ini perusak rumah tangga orang,” kata Bunga. 

Di dunia offline, orang tersebut terlihat semakin berani. Dengan suara lantang dia mengatakan ‘Bunga minta dikelonin’ hingga didengar orang-orang disekitarnya. Pernah pula Bunga dikerjai dengan disembunyikan sepatunya oleh pelaku dan dikatakan ‘kalau mau sepatu mu kembali, cium dulu’. Ironisnya, Bunga menyebut tak ada yang membelanya dengan situasi ini, sebaliknya dia kadang dituding ‘sok suci’.     

Saat ditanya mengapa tak melapor ke pihak berwenang, Bunga menjawab percuma. Sebab dia pernah punya pengalaman tak enak pada 2010 silam saat menjadi korban pelecehan oleh seorang pejabat. Yang terjadi kemudian, banyak pihak mengambil keuntungan sepihak dengan melakukan pemerasan pada oknum itu atas nama Bunga, dan masalah diselesaikan lewat surat pernyataan, bukan bui.    

Kisah Bunga yang menjadi korban KBGO mengingatkan pada pengalaman KBGO yang dialami Nimas Sabella, yang 10 tahun diganggu laki-laki yang terobsesi dengannya bernama Adi Pradita. Adi menguntit Nimas di media sosial hingga mengiriminya foto alat kelaminnya.  

Dalam penuturannya pada Tempo 18 Mei 2024, pada 2018 Adi mulai mengganggunya tak lagi hanya lewat media sosial, namun secara terang-terangan. Di antara hal yang pernah dilakukan Adi adalah melempar jam mati dan surat cinta ke rumahnya. Dia juga pernah berdiam di depan rumah Nimas sejak pukul 1.00-4.00 dini hari.

Kisah Nimas viral di media sosial. Polda Jawa Timur lalu memanggil Nimas pada 17 Mei 2024 untuk dimintai keterangan dan membuat laporan. Menurut polisi, kata Nimas, perbuatan Adi termasuk dalam kategori pelecehan seksual, pornografi, dan ancaman pembunuhan. 

Trend kasus KBGO naik

Andy Yentriyani Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjelaskan KBGO jika dilihat dari model kasusnya, semakin berkembang. Cyberstalking, masuk dalam kategori kekerasan seksual berbasis online

Menurut Yentri, ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Delapan diantaranya diatur pemberatan pidana jika difasilitasi dengan teknologi elektronik, sementara 1 jenis lainnya adalah kekerasan seksual berbasis elektronik.  

Dalam UU TPKS Pasal 14 (1) dituliskan Setiap Orang yang tanpa hak: a. melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar; b. mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau c. melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/ atau denda paling banyak Rp200 juta. 

Yentri menekankan, penguntitan secara online supaya korban mau dengan pelaku masuk kategori kekerasan berbasis elekronik atau berbasis siber. Begitu pula dengan pengiriman bahan bermuatan seksual (gambar porno) yang jumlah kasusnya tertinggi dibanding mengolok-olok (lewat fasilitas elekronik). 

Jumlah kasus KBGO atau Komnas Perempuan menyebutnya Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) berdasarkan aduan yang diterima Komnas Perempuan mengalami kenaikan seperti terlihat pada infografis berikut. Pada 2017, ada 16 kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan, namun pada 2020 atau saat pandemi Covid-19 mengalami lonjakan dengan 940 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan. Secara perlahan pada 2022 dan 2023 kasus yang dilaporkan mengalami penurunan yakni1.697 kasus dan 1.272 kasus, namun itu bukan berarti jumlah kasus KBGO berkurang – melainkan karena sekarang semakin banyak kanal pengaduan KBGO selain ke Komnas Perempuan.        

“Yang paling banyak melakukan kekerasan itu mantan pacar. Motifnya enggak pengen putus,” kata Yentri kepada Tempo, 3 Juni 2024.  

Info Grafis Gender 2

Dia mengatakan trend kasus KBGO semakin meningkat karena masyarakat sekarang ini hidup di ruang online dan offline secara bersamaan. Porsi masyarakat berinteraksi di dunia maya dan ruang nyata, juga sudah sama besarnya. Ada pula orang yang berfikir melakukan KBGO bisa lolos dari jerat hukum karena bisa anonim. 

Untuk korban KBGO, Yentri menyarankan agar melaporkannya ke pihak berwenang. Sebab  itu akan menjadi ruang bagi korban menghentikan kekerasan di ruang siber, dan mendapat konseling. Lalu bagaimana dengan reputasi korban dan keluarganya? dalam UU TPKS pasal 71 disebutkan hak korban yakni tidak bisa dituntut balik secara pidana dan tidak digugat perdata atas laporan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sejak dimulai pelaporan hingga selesai masa pidana yang dijalani terpidana. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Sebaliknya, kalau  (korban menyebarkan) desas-desus malah bisa digugat balik secara hukum, jadi lebih baik laporkan,” ujar Yentri.    

Dalam wawancara dengan Tempo, Yentri memaparkan jumlah laporan KBGO tertinggi yang masuk ke Komnas Perempuan adalah daerah DKI Jakarta. Disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Timur. Besarnya angka pelaporan di wilayah tersebut dipicu kerena akses pelaporan yang banyak dan mudah serta jumlah populasi penduduk di daerah tersebut yang tinggi. 
    
 “Tampaknya kasus KBGO ke depan bakal naik. Untuk generasi yang lahir tahun 2000 ke atas, hampir tidak mungkin keluar dari dunia online. Korban KBGO merasakan hal yang sama dengan yang offline, enggak ada beda. Ada rasa rakut, cemas, dan malu,” kata Yentri. 

Ruang online, lanjutnya, seperti pisau bermata dua. Yakni menyediakan informasi tak terhingga dan peluang usaha, tapi saat yang sama bisa digunakan oknum untuk menarik keuntungan dari orang lain dan ketimpangan. Untuk itu, pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan terus memperkuat basis siber, seperti layanan pemulihan yang komprehensif. 

KBGO dialami anak-anak 

Dalam wawancara terpisah pada 3 Juni 2024, Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkap data dari layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) melalui call center 129 dan WhatsApp 08111129129 milik Kementerian PPPA, jumlah kasus anak yang mengalami KBGO juga naik. Pada 2021 tercatat ada 73 kasus yang masuk ke SAPA, pada 2022 sebanyak 303 kasus, dan 2023 sebanyak 122 kasus. Semua korban adalah anak perempuan, yang sebagian besar berusia 13-17 tahun.

Survei pada anak dan remaja laki-laki serta perempuan 2021 yang dilakukan Kementerian PPPA mengungkap, 2:100 anak/remaja laki-laki pernah mengalami kekerasan seks non-kontak sepanjang hidupnya, dan 4:100 untuk anak/remaja perempuan. Di antara hal yang mereka alami adalah mendapat kiriman gambar porno, lalu diarahkan oleh pelakunya dan diyakinkan (ke hubungan seksual). Modus kekerasan seksual yang mereka alami pun bermacam-macam, ada yang diyakin pelaku dengan pura-pura menjadi guru dan modus-modus tertentu.    

“Prinsipnya, semua anak harus dilindungi, dicegah dari kekerasan baik fisik, psikis dan seksual,” kata Nahar. 

Info Grafis Gender 1

Dia menekankan perlindungan terhadap anak diatur dengan detail pada PP nomor 78 tahun 2021. Sedangkan untuk perlindungan anak terhadap pornografi, mulai dari gambar-gambar sampai aksi pencabulan dan persetubuhan – berlaku UU nomor 17 tahun 2016, ini adalah perubahan dari UU nomor 23 tahun 2002 dan UU nomor 35 tahun 2014.     

Sama seperti Yentri, Nahar pun menyarankan pada korban KBGO untuk melakukan pelaporan. Sebab dalam UU nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, ada hak korban untuk mendapat perlindungan dari tuntutan pidana atau gugatan perdata. 

Sedangkan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong memastikan kekerasan seks berbasis online melanggar hukum. Kominfo diantaranya bertugas mengurusi konten, salah satunya mengawasi konten di media sosial yang diperlihatkan ke publik contohnya YouTube, TikTok, dan Facebook. 

“Jadi kalau kami menemukan konten (KBGO), kami akan take down karena itu hal yang negatif,” kata Usman kepada Tempo. 3 Juni 2024.  

Menurutnya, kekerasan berbasis online banyak terjadi di ranah private, di mana hal ini di luar wilayah Kominfo atau tak bisa ditembus Kominfo karena bersifat privacy. “Mesin Kominfo tak bisa memantau yang private,” ujar Usman. 

Untuk itu, dia menyarankan korban KBGO agar melaporkan kasusnya ke polisi karena itu melanggar undang-undang. Kominfo pun selanjutnya bisa mengambil langkah-langkah, misalnya take down akun media sosial pelaku.

Hal lain yang diingatkan Usman, dalam UU ITE ada pasal tentang peran atau partisipasi masyarakat. Untuk itu, dia menyarankan agar jangan memberi smart phone pada anak di bawah umur, sebaliknya berikan ponsel lawas yang hanya bisa untuk telepon atau SMS. Psikolog bahkan menyarankan agar jangan memberikan smart phone pada anak di bawah 13 tahun.

“Kalau aplikasi yang private kami enggak bisa masuk, jadi partisipasi masyarakat diperlukan untuk edukasi, misalnya guru kepada murid. Bahkan, ada sekolah yang mengatur tidak boleh penggunaan smart phone selama di sekolah. Itu bentuk pengawasan. Partisipasi masyarakat diperlukan dan ini termaktub dalam UU,” ujarnya.  

Terkait KBGO, Kominfo pun membuka pintu aduan kasus KBGO yakni ke AduanKonten.id. Hanya saja, berapa banyak aduan yang sudah masuk ke kanal tersebut, Usman belum bisa menjawab karena sedang tidak memegang datanya. Dia tegas menyarankan pada korban KBGO untuk berani melapor karena ada unit perlindungan perempuan dan anak di Kepolisian, apalagi urusan berbau seksual. 

Pilihan Editor: Kronologi Ibu Cabuli Anak Kandungnya di Tangsel sampai Akhirnya Jadi Tersangka

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polisi Tangkap Dua Kakek yang Cabuli Anak-anak di Bogor

15 jam lalu

Ilustrasi pencabulan anak. shutterstock.com
Polisi Tangkap Dua Kakek yang Cabuli Anak-anak di Bogor

Polresta Bogor menangkap dua kakek yang diduga mencabuli anak-anak di Gang Pasama, Kelurahan Ciwaringin, Kota Bogor.


Pelaku Pencabulan Tujuh Anak di Bekasi Pernah jadi Korban Kekerasan Seksual

6 hari lalu

Ilustrasi pencabulan anak. shutterstock.com
Pelaku Pencabulan Tujuh Anak di Bekasi Pernah jadi Korban Kekerasan Seksual

Tersangka kasus pencabulan di Bekasi, pernah menjadi korban kekerasan seksual pada masa kecilnya.


Pemuda di Bekasi Cabuli 7 Anak Laki-laki, Korban Diiming-imingi Duit Rp5 RIbu

6 hari lalu

Ilustrasi pencabulan anak. shutterstock.com
Pemuda di Bekasi Cabuli 7 Anak Laki-laki, Korban Diiming-imingi Duit Rp5 RIbu

Seorang warga Bekasi berinisial FP, 24 tahun, ditetapkan menjadi tersangka kasus pencabulan anak terhadap tujuh bocah laki-laki.


Kasus Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila, Pengacara Korban: Hasil Visum Hanya untuk Penyidik

6 hari lalu

Pengacara dua korban kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet, Amanda Manthovani. Tempo/Ricky Juliansyah
Kasus Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila, Pengacara Korban: Hasil Visum Hanya untuk Penyidik

Dugaan pelecehan seksual yang melibatkan eks Rektor Universitas Pancasila sudah memasuki tahap penyidikan. Tapi belum ada penetapan tersangka.


7 Saran Cegah Kekerasan Seksual pada Anak dari IDAI

10 hari lalu

Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com
7 Saran Cegah Kekerasan Seksual pada Anak dari IDAI

IDAI membagikan tujuh saran bagi orang tua demi mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak di lingkungan sekitar.


Soal Kasus Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila, Kuasa Hukum Ungkap Ada 9 Korban

10 hari lalu

Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno didampingi tim kuasa hukumnya melakukan konferensi pers di hotel Aristotel Suites Jakarta Selatan pada Kamis, 29 Februari 2024. TEMPO/Desty Luthfiani.
Soal Kasus Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila, Kuasa Hukum Ungkap Ada 9 Korban

Kuasa Hukum Yansen Ohoirat mengungkap ada sembilan orang yang diduga menjadi korban kekerasan seksual eks Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno.


Polda Metro Jaya Periksa 2 Korban Dugaan Pelecehan Seksual Eks Rektor Universitas Pancasila Hari Ini

11 hari lalu

Pengacara dua korban kekerasan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet, Amanda Manthovani. Tempo/Ricky Juliansyah
Polda Metro Jaya Periksa 2 Korban Dugaan Pelecehan Seksual Eks Rektor Universitas Pancasila Hari Ini

Polda Metro Jaya mengagendakan pemeriksaan terhadap dua perempuan yang diduga menjadi korban kekerasan seksual eks Rektor Universitas Pancasila.


Polwan Bakar Suami, Komnas Perempuan Ungkap Sebab Wanita jadi Pelaku KDRT

12 hari lalu

Anggota Polres Jombang Briptu Rian Dwi Wicaksono yang meninggal dunia akibat dibakar istrinya yang juga anggota Polwan. ANTARA/HO-Polres Jombang
Polwan Bakar Suami, Komnas Perempuan Ungkap Sebab Wanita jadi Pelaku KDRT

Kasus polwan bakar suami menunjukkan perempuan bisa menjadi pelaku KDRT. Apa penyebabnya?


Kasus Ibu Cabuli Anak: Hasil Pemeriksaan Tersangka R tidak Ada Gangguan Psikologis

12 hari lalu

Konpers Polda Metro Jaya terkait Tindak Lanjut Penanganan tersangka R (22) , ibu yang melakukan tindak asusila terhadap anaknya yang masih berumur 3 tahun. Rabu, 5 Juni 2024. TEMPO/Jihan
Kasus Ibu Cabuli Anak: Hasil Pemeriksaan Tersangka R tidak Ada Gangguan Psikologis

Polisi merilis hasil pemeriksaan psikologi terhadap R, 22 tahun, tersangka di kasus ibu cabuli anak kandung.


Kasus Ibu Cabuli Anak, Polisi Masih Cari Pelaku yang Minta R dan AK Buat Video Porno di Facebook

12 hari lalu

Konpers Polda Metro Jaya terkait Tindak Lanjut Penanganan tersangka R (22) , ibu yang melakukan tindak asusila terhadap anaknya yang masih berumur 3 tahun. Rabu, 5 Juni 2024. TEMPO/Jihan
Kasus Ibu Cabuli Anak, Polisi Masih Cari Pelaku yang Minta R dan AK Buat Video Porno di Facebook

Kasus ibu cabuli anak kandung yang dilakukan oleh tersangka R dan AK masih berlanjut.