Bahkan, berdasarkan catatan Majalah Tempo yang terbit pada 2 Juni 2024, teror drone juga dilaporkan pernah terjadi sebelumnya. Pesawat nirawak itu dilaporkan berputar-putar di atas kantor kejaksaan. Di media sosial X, beredar video yang menunjukkan sebuah drone berkeliaran di atas lapangan kejagung. Dalam video berdurasi 39 detik itu, dijelaskan bahwa peristiwa terjadi pada Kamis, 23 Mei 2024.
“Selain Jampidsus dikuntit Densus 88, kantor Kejaksaan Agung juga diteror konvoi Densus dan diintai oleh drone misterius,” cuit akun X (Twitter) @MurtadhaOne1, Sabtu, 25 Mei 2024.
Adapun mengenai penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah terjadi pada Ahad malam, 19 Mei 2024. Peristiwa itu terjadi ketika Febrie sedang makan malam di sebuah restoran yang menyajikan masakan Prancis di daerah Cipete, Jakarta Selatan.
Saat itu, salah satu dari anggota Densus 88 tertangkap basah mengarahkan alat yang diduga perekam ke tempat Febrie berada. Tak lama setelahnya, dia pun berhasil diamankan oleh polisi militer yang mengawal Febrie, dan satu orang lainnya berhasil lolos.
Sehari setelah Jampidsus Febrie dikuntit, Kejagung juga disebut mendapatkan teror pada Senin malam, 20 Mei 2024. Dugaan itu muncul berdasarkan sebuah video yang beredar di kalangan wartawan yang memperlihatkan sejumlah kendaraan roda empat dan roda dua mengelilingi kantor Kejagung di Jakarta Selatan.
Belasan kendaraan tersebut membunyikan sirine di depan kantor Kejagung dengan kerlap-kerlip lampu berwarna merah dan biru. Sejumlah saksi yang berada di lokasi konvoi itu mengira polisi tengah berpatroli untuk mengawasi keamanan. Namun, kejanggalan tiba saat konvoi kendaraan taktis (rantis) aparat berseragam itu berkali-kali mengelilingi kantor Kejagung.
“Yang pakai motor gede (moge) itu setiap di depan (kantor) Kejaksaan, dia bawa motor dengan kecepatan tinggi sambil bunyikan suara motor keras-keras, main-mainin gas,” ucap seorang saksi bernama Yustri.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho membantah jika konvoi polisi itu disebut bertujuan meneror Kejaksaan Agung. Ia mengklaim tindakan tersebut merupakan patroli biasa yang menjadi rutinitas polisi. Tujuannya adalah memberikan rasa aman. “Patroli seperti itu biasa dilakukan di mana pun polisi berada,” ujarnya seperti dikutip dari Majalah Tempo.
Selang beberapa hari dari peristiwa penguntitan dan konvoi rantis itu, sebuah papan telop atau running text di atas dua jendela besar di dalam kompleks Kejagung diduga diretas. “Maaf aku hack,” tulis informasi pada papan itu. Tempo menerima foto dugaan peretasan itu pada Sabtu, 25 Mei 2024.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana belum menanggapi. Adapun dua petugas yang ditemui di Kejagung mengaku sudah tak melihat tulisan itu pada Minggu pagi, 26 Mei 2024. “Yang jaga kemarin mungkin tahu,” ujar dia.
Sebelumnya, saat kasus korupsi timah tersebut sedang diselidiki, tim penyidik Jampidsus sempat dihalang-halangi ketika mengumpulkan alat bukti. Tindakan perintangan yang dimaksud adalah penebaran ranjau paku dan ancaman pembakaran alat berat dari oknum-oknum yang disinyalir terafiliasi dengan pihak-pihak terkait.
“Kami pastikan tindakan hukum yang kami lakukan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, objektif, profesional, dan terukur, sehingga tidak seharusnya apabila ditanggapi secara melawan hukum,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi di Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024, seperti dikutip dari Antara.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan Editor: Jejak Tessa Mahardhika, Penyidik Polri Berharta Rp1,1 Miliar yang Kini Jadi Jubir KPK