TEMPO.CO, Jakarta - Widyawati, ibu dari Andi Andoyo, terdakwa kasus penikaman seorang wanita berinisial FD di Central Park Mall menceritakan gejala gangguan jiwa terhadap anaknya sudah ada sejak masuk bangku perkuliahan.
Andi, 26 tahun, disebut mengalami gangguan kejiwaan skizofrenia paranoid berdasarkan hasil pemeriksaan kejiwaan atas permintaan penyidik dari Polsek Tanjung Duren.
Menurut Widyawati, karakter anaknya seperti orang pada umumnya ketika sedang memiliki kesibukan. Namun, jika tidak ada kesibukan, Andi merasa seperti ada sampah hingga pasir yang jatuh mengarah ke matanya.
Selain itu, anaknya juga kerap melamun jika tidak memiliki kesibukan. “Seperti halusinasi,” ujarnya kepada Tempo saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Senin, 24 Juni 2024. Bahkan, Andi juga menutup lubang angin yang ada di kamarnya dengan kertas.
Wanita berusia 53 tahun itu menjelaskan keluarga sudah mencoba mengajak Andi untuk diperiksa ke rumah sakit. Namun, terus menolah. “Katanya ‘saya enggak apa-apa Ma, habisin duit saja kalau berobat’,” ucap Widyawati menirukan Andi.
Pada saat kejadian, pada 26 September 2023 pagi, Andi pamit untuk keluar ke ibunya. Biasanya, Widyawati berujar, anaknya main ke rumah temannya, atau hanya sekadar membli nasi uduk, karena mengenakan pakaian biasa.
Namun, hingga larut malam, Andi tak kunjung pulang. Widyawati mencari Andi hingga pukul 23.00 WIB. Widyawati mengetahui Andi melakukan penikaman terhadai seorang wanita dari polisi yang datang ke rumahnya. “Polisi itu jelasin semuanya,” ucap Widyawati.
Widyawati berharap anaknya tidak dihukum melainkan dirawat di rumah saki. “Pengennya berobat saja di rumah sakit,” tutur Widyawati.
Saat ini proses persidangan kasus Andi masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia dituntut 18 tahun penjara, oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dokumen tuntutan menyebutkan bahwa terdakwa Andi Andoyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP sesuai dakwaan.
Pengacara Andi, Luhut Simanjuntak, membuat pembelaan atas tuntutan terhadap kliennya itu. Pembelaan tersebut menitikberatkan bahwa yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan. “Seharusnya dirawat di rumah sakit,” ujar Luhut.
Menurut Luhut, terhadap kliennya sudah dilakukan pemeriksaan kejiwaan atas permintaan penyidik dari Polsek Tanjung Duren atau yang saat ini bernama Polsek Grogol Petamburan. Bahkan, sudah ada hasil visum etrepertum psikiatrikum yang ditandatangani pada 6 Oktober 2023.
Dalam dokumen visum yang dibaca Tempo, ada tiga poin kesimpulan. Pertama, pada pemeriksaan psikiatri, terperiksa saat ini ditemukan gangguan jiwa berat, skizofrenia paranoid; kedua perbuatan pelanggaran hukum yang diduga dilakukan terperiksa merupakan bagian dari gejala gangguan jiwa; dan ketiga, terperiksa memerlukan perawatan psikiatri untuk mengatasi gejala gangguan jiwanya dan pengawasan ketat guna mencegah risiko membahayakan diri dan lingkungannya.
Luhut juga menjelaskan ahli jiwa yang membuat visum etrepertum psikiatrikum atas nama dokter Henny Riana juga sudah kesaksiannya dalam persidangan sebagai saksi ahli. Sehingga, hakim maupun jaksa sudah mendengar bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa berat.
Ahli jiwa Rumah Sakit Jiwa Grogol atas nama dokter Salikur Kartono juga sudah memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan. “Sudah menerangkan seluruhnya,” katanya.
Namun, Luhut heran mengapa kliennya tetap dituntut 18 tahun penjara. Padahal, ia beujar, dalam Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa seseorang yang mengidap gangguan jiwa tidak bisa dipidana meski perbuatannya jelas-jelas menyalahi aturan.
Pilihan Editor: Polisi Ungkap Perilaku Aneh Pelaku Pembunuhan di Central Park Mall, Tutup Lampu dengan Lakban hingga Buang Air Galon