TEMPO.CO, Jakarta - Sidang lanjutan dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu, 30 Oktober 2024, menghadirkan saksi mahkota Alwin Akbar. Alwin adalah Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode 2017-2020.
Saat memberikan keterangan secara daring, Alwin mengatakan, para mitra produksi PT Timah awalnya berbentuk perorangan yang tidak berbadan hukum. Namun karena ada regulasi baru yang terbit pada 2018, para mitra atau afiliasi tersebut berubah menjadi CV, termasuk CV Salsabila Utama.
Sebelum menjadi CV, Salsabila menjadi mitra produksi PT Timah melalui program jemput bola dan bekerja sesuai dengan surat perintah kerja. Namun, setelah menjadi CV, Salsabila masuk sebagai mitra pada program Sisa Hasil Produksi (SHP) sesuai dengan instruksi 030 tentang pengamanan aset PT Timah.
Dengan adanya SHP itu, kata Alwin, perusahaan berharap CV-CV itu bisa mengakomodir masyarakat pelimbang dan bertanggungjawab untuk keselamatan mereka.
Selain SPH, PT Timah juga menerbitkan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) untuk para mitra produksi. SPH dan IUJP ini diterbitkan karena para mitra tidak memiliki IUP.
Menurut Alwin, aktivitas para mitra di IUP PT Timah sudah ditentukan. Dalam aturannya, para mitra harus menjual hasil tambang ke PT Timah, tetapi fakta di lapangan, masih ada para mitra yang menjual hasil tambang ke pihak lain.
Dalam dakwaan perkara korupsi timah, CV Salsabila Utama merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Tetian Wahyudi bersama Direktur Utama PT Timah periode 2016–2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016–2020 Emil Ermindra, terdakwa dalam berkas lain. Perusahaan tersebut diduga dikendalikan ketiganya untuk membeli biji timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Alwin Akbar menjadi saksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan MB. Gunawan. Para terdakwa diduga ikut terlibat dalam kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah. "Berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan," ujar ketua tim JPU Ardhito Murwadi.