TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja menggelar unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis, 31 Oktober 2024. Mereka menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan bahwa aksi ini diikuti sekitar 2.000 buruh dari Jabodetabek. “Ada tujuh poin yang menjadi fokus utama,” kata Said Iqbal kepada awak media di demo Partai Buruh yang digelar di Jakarta Pusat, Kamis. “Kami harapkan Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materiil yang dilakukan oleh Partai Buruh dan kawan-kawan serikat buruh.”
Said pun menjelaskan pasal demi pasal yang digugat oleh serikat buruh. Total ada tujuh pasal yang diajukan uji materiil di MK.
Pertama, Said mengatakan, adalah tentang upah. “Kami meminta di dalam Omnibus Law upah murah dicabut,” ucapnya. Para buruh meminta besaran upah dikembalikan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Tuntutan kedua ialah soal outsourcing. “Omnibus Law telah membuat outsourcing seumur hidup, bahkan menempatkan negara sebagai agen outsourcing,” jelas Said. Ia menyebut praktik outsourcing atau alih daya menempatkan tenaga manusia sebagai budak.
Ketiga, serikat buruh menggugat MK untuk membatalkan atau mencabut Pasal tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di UU Cipta Kerja. Menurutnya, pasal itu mempermudah pemecatan pekerja.
Tuntutan keempat ialah tentang pesangon murah. “Dengan menggunakan undang-undang yang lama, UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon itu bisa dua kali aturan,” kata Said.
“Yang kelima adalah PKWT atau kita kenal karyawan kontrak tanpa periode,” tutur dia. Said menjelaskan, Omnibus Law memang mengatur soal pembatasan kontrak selama lima tahun. “Tapi periodenya nggak ada, setelah lima tahun, kontrak lagi.” Hal ini, kata dia, bisa mengakibatkan kontrak seumur hidup.
Persoalan tentang cuti dan istirahat panjang menjadi tuntutan keenam. “Buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan cuti melahirkan, tidak ada kepastian upah,” kata Said. Ia menuturkan, Omnibus Law tidak dengan jelas menyebut mereka mendapat upah. “Artinya kalau tidak disebut dengan jelas, maka bisa bayar upah, bisa bayar tidak.“ Adapun, termasuk dalam tuntutan keenam adalah terkait istirahat panjang.
Pada poin ketujuh, serikat buruh menyoroti soal tenaga kerja asing. Menurut Said, banyak tenaga asing yang tak memiliki izin. Akibatnya, orang lokal tidak mendapatkan kesempatan lapangan kerja. “Buat apa kita bernegara, kalau orang asing yang menikmati pertumbuhan ekonomi, dan tersedia lapangan kerja buat orang asing,” katanya.
Aksi ini diselenggarakan untuk mengawal putusan uji materiil Omnibus Law yang dibacakan oleh MK hari ini. Gugatan uji materiil itu diajukan Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan berbagai serikat pekerja yang lain. Pembacaan putusan tersebut diselenggarakan hari ini, pukul 10.00 WIB, di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung MK, Jakarta Pusat.
“Rapat Permusyawaratan Hakim menetapkan untuk menyelenggarakan Sidang Pleno Pengucapan Putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023,” bunyi Surat Panggilan Sidang Pengucapan Putusan yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi dengan nomor surat 530.168/PUU/PAN.MK/PS/10/2024, pada Senin, 28 Oktober 2024.
Panggilan itu terkait Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pembacaan putusan akan dihadiri oleh perwakilan pihak yang mengajukan uji materiil, saksi, dan ahli.