"Sejak tahun 2005, meski dalam satu lahan, tapi titik pembuangannya selalu berpindah," ujar Suratmi, salah seorang pemulung di lokasi kepada Tempo, hari ini.
Menurut Suratmi, sampah berupa kardus, potongan kain, styrofoam, plastik, dan kertas berasal dari industri yang ada di kawasan pergudangan itu. Sampah diangkut dan dibuang dengan menggunakan truk sampah milik pengembang. "Truknya bertuliskan PT Parung Harapan, setiap harinya ada 8-9 truk buang sampah di sini," kata wanita berusia 50 tahun itu.
Suratmi mengaku ia dan delapan pemulung lainnya mau tidak mau membangun pondok semi-permanen untuk menampung hasil pulungan mereka. Selanjutnya, sampah yang berhasil mereka kumpulkan mereka jual kepada bandar sampah yang ada di lokasi itu.
Berdasarkan pantauan Tempo, lahan kosong seluas 100 hektare yang berada di pinggir Pantai Dadap hampir sebagian besar pernah dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal tersebut terlihat dari bekas sampah yang tertimbun di dalam tanah dan bekas sampah yang berserakan di lokasi itu.
Titik pembuangan selalu berubah dan bekas timbunan sampah yang sudah tidak bisa dipilah lagi dibakar dan ditimbun pemulung. Selanjutnya, lokasi pembuangan sampah akan digeser ke titik berikutnya.
Kini lokasi yang dijadikan tempat pembuangan sampah hanya berjarak sekitar 20 meter dari bibir Pantai Dadap dan muara dadap. Bau sampah yang menumpuk dan asap yang ditimbulkan dari pembakaran tercium dari jarak ratusan meter. Karena jaraknya sangat dekat dengan pantai, jika laut pasang, naik ke darat dan menyeret sampah-sampah itu ke laut.
Fakta yang ditemukan di lapangan itu sangat berbeda dengan keterangan pengembang kawasan pergudangan itu, PT Parung Harapan. "Sampah kami kumpulkan lalu diangkut oleh truk dinas kebersihan, sehari tiga kali," ujar Oscar, Kepala Bagian Umum PT Parung Harapan.
Ia mengakui jika lokasi yang dijadikan TPS liar itu adalah milik pengembang. "Luasnya 100 hektare dan akan kami bangun gudang semua," kata dia. Menurut dia, lahan tersebut kerap mereka gunakan untuk tempat pembuangan sampah sementara jika sampah tidak terangkut karena terbatasnya armada pengangkut sampah milik Pemerintah Kabupaten Tangerang. "Sifatnya insidentil saja," kilah Oscar.
Menurut Oscar, setiap harinya 1.500 gudang yang sebagian besar telah beralihfungsi sebagai industri itu menghasilkan sekitar 10 ton sampah. "Tapi tempat pembuangan sampah itu sudah kami tutup dan timbun sejak tiga bulan lalu," lanjut Oscar. Namun, fakta di lapangan yang ditemukan Tempo, tempat pembuangan sampah di lokasi itu masih berlangsung tiap pagi dan sore.
JONIANSYAH