TEMPO Interaktif, Jakarta - Siang itu mulanya ada lima remaja tiba ke Jeruk Purut, Jakarta Selatan, untuk mendatangi makam Raafi Aga Winasya Benjamin. Empat di antara mereka berambut gondrong. Mengenakan baju santai mereka lantas duduk mengelilingi makam, menatap nisan. Obrolan ringan di antara mereka dimulai. Sesekali juga terdengar celetukan bernada canda.
“Kami semua kangen sama lo, Pan,” kata pemuda yang paling gondrong. Yang mereka ajak bicara adalah Bolpan alias Raafi, remaja yang tewas ditusuk di kafe Shy Rooftop awal November silam. Bolpan adalah panggilan khas SMA Pangudi Luhur untuk Raafi.
“Di mana pun lo berada yang penting lo senyum Pan,” kata Cimot, teman sebangku Raafi di kelas III IPA-A. Selesai menabur bunga, Cimot diwawancarai wartawan. Ia mengaku kehilangan sahabat yang ia sudah anggap sebagai saudara sendiri. “Kami sudah bareng sejak kecil,” katanya. Setelah Raafi tutup usia, Cimot mengaku sudah empat kali didatangi Raafi dalam mimpi. “Iya, mimpi dia main ke rumah gua,” katanya.
Rombongan pemuda gondrong lainnya berdatangan kembali. Makam Raafi pun semakin ramai, kira-kira ada 30 orang di sana. Mereka semua menabur bunga di atas makam. Kemudian dengan spontan membentuk taburan bunga tersebut menjadi angka 18. Teman-temannya secara khusus datang ke makam untuk merayakan ulang tahun ke-18 Raafi yang jatuh pada 2 Desember 2011.
Bukan haru atau sedih yang ditunjukkan teman-teman angkatan Raafi, tapi sebaliknya. Ucapan mereka penuh dengan canda. “Pan lu minta digimbal aja sama Bob Marley,” kata seorang teman berceletuk. “Atau sama Mbah Surip, Pan. Minta gendong saja,” yang lain menanggapi. “Tapi rambut segitu belum bisa digimbal sih Pan,” sambut yang lain. Raafi semasa sekolah juga membiarkan rambutnya panjang. “Paling unik karena ikal-ikal panjang,” kata Cimot.
Siang itu hadir juga pacar Raafi bernama Tussy. Ia datang bersama dengan rombongan murid dari sekolah Tarakanita. Mengantar sebuah bingkisan bunga untuk ditempatkan di makam. Kepada Tempo Tussy mengatakan ia berharap kasus pembunuhan Raafi cepat selesai.
Tapi siang itu tak tampak ibunda Raafi, Anggia Benjamin. Seorang penjaga makam mengatakan ibunya sudah datang pagi hari, sekitar pukul 08.00. “Berdua saja. Neneknya juga tidak ikut karena sedang sakit,” katanya.
Selain keluarga dan teman, siang itu hadir juga tim advokasi Brawijaya IV yang menjadi kuasa hukum Pangudi Luhur dalam kasus pembunuhan Raafi. Juru bicara tim, Allova Mengko, menyayangkan hingga kini polisi belum bisa mengungkap pembunuhan Raafi. Padahal sudah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan. Penasihat tim, advokat Mahendradratta, mengatakan hingga kini belum ada yang bisa menduga siapa yang menusuk.
Sekitar pukul 14.00 hujan semakin deras. Usai menyanyikan mars Pangudi Luhur dan lagu selamat ulang tahun rombongan perlahan-lahan terurai. Satu per satu teman Raafi menuju kendaraan dan meninggalkan makam.
ANANDA BADUDU