TEMPO.CO, Jakarta -- Rumah Sakit Bersalin Kartini dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Rumah sakit yang terletak di Jalan Raya Ciledug, Jakarta Selatan, ini dilaporkan atas dugaan malpraktek yang mengakibatkan bayi Upik meninggal.
"Kami ingin polisi dapat mengusut kasus ini," kata ayah bayi Upik, Ali Zuar, pada Senin, 25 Februari 2013. Dalam laporannya bernomor 621/II/2013/PMJ/Dit.Reskrim.Um, Rumah Sakit Bersalin Kartini dituduh melanggar Pasal 359 KUHP dan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman di atas 15 tahun dan denda Rp 500 juta.
Kuasa hukum pelapor, Ramdan Alamsyah, meminta polisi mengusut siapa pihak yang mesti bertanggung-jawab dalam kasus ini. Alasannya, dalam surat keterangan kematian yang pertama, tidak ada nama dokter atau tenaga medis rumah sakit lainnya yang memastikan bahwa Upik telah meninggal. Sedangkan pada surat kedua, ada nama Direktur Rumah Sakit selaku penanggung jawab.
Hal ini lah yang dijadikan dasar bagi pelapor bahwa rumah sakit telah lalai. "Bahkan, kesannya menutupi kasus ini," ujar Ramdan. Dia mengatakan Ali juga rencananya akan mengajukan tuntutan perdata jika ada kerugian materiil dalam kasus ini. (Lihat juga: Kisah Bayi-bayi Merana di Sekitar Ibu Kota)
Kuasa hukum Rumah Sakit Bersalin Kartini, Huluman Panjaitan, menyatakan siap menghadapi laporan ini. "Kami tetap pada keyakinan tidak ada malpraktek seperti yang dituduhkan," katanya.
Rumah sakit menyatakan kondisi jabang bayi sejak awal memang buruk. Dia divonis Partus Immaturus, yaitu lahir saat usia di bawah 28 minggu. Lebih parah dari prematur. Sehingga kesempatan si jabang bayi untuk bertahan hidup kecil.
Kejadian nahas ini bermula pada Rabu, 20 Februari 2013 kemarin. Sekitar pukul 14.25 WIB, Maryani melahirkan bayi seberat 1 kilogram dengan jenis kelamin wanita. Bayi malang yang dia panggil Upik ini tidak menangis. "Tapi saya lihat dadanya naik turun," ujar Ali. Upik lahir dalam kondisi prematur, di usia kandungan 20 minggu.
Bidan kemudian membawa Upik ke ruang khusus. Tak berselang lama, Ali dipanggil ke ruang tersebut. Bagai petir di siang hari. Ali disuguhi pemandangan yang membuatnya menangis.
Sesosok tubuh bayi dibungkus kain batik. Di atasnya tergelatak secarik kertas putih, surat keterangan kematian dari rumah sakit. Ali tak percaya bahwa anaknya divonis meninggal.
Pukul 15.15 WIB, Ali bersama kerabatnya membawa Upik pulang. Ironis, pihak rumah sakit tidak menyediakan ambulans. Ali menggendong Upik dengan membonceng sepeda motor.
Warga yang sudah mendengar kabar ini langsung berkumpul di rumah duka. Ali kemudian membuka kain yang membebat sekujur tubuh Upik. Tujuannya untuk dimandikan agar segera dimakamkan.
Ali kaget, rupanya anak keduanya ini masih hidup. "Dia mengerang-erang, kondisinya biru semua," ujarnya. Warga panik. Ketua RT langsung lari ke rumahnya untuk meminjam tabung oksigen kecil milik tetangganya yang berprofesi sebagai terapis kesehatan.
Mali, salah satu warga yang hendak membatu prosesi memandikan jenazah, juga kaget. "Saya langsung siapkan air hangat agar bayi tidak kedinginan," ujarnya. Saat itu hujan lebat turun mengguyur Jakarta.
Ali yang berprofesi sebagai tukang jahit ini menunggu tetangganya untuk meminjam mobil. Sekitar pukul 20.00 WIB mobil datang. Mereka langsung membawa Upik ke rumah sakit.
Menurut Ali, pihak rumah sakit kaget melihat kedatangan Upik yang sudah divonis meninggal. Bukannya memberikan pertolongan, pihak rumah sakit malah meminta Rp 15 juta sebagai uang muka. Bahkan, rumah sakit terkesan lempar tanggung jawab. "Saya diminta ke rumah sakit lain," katanya.
Setelah dilakukan negosiasi alot, Upik mendapat perawatan. Malang, sekitar pukul 23.30 dia menghembuskan nafas terakhir. Kali ini Upik benar-benar meninggal.
Rumah sakit membuatkan surat kematian lagi. Di surat kematian kedua ini tertulis jam lahir bayi Upik adalah pukul 23.30 WIB, padahal dia lahir siang harinya. Surat ini langsung ditandatangani oleh Direktur RS Kartini, Elmira Soekmawati. #Orang Miskin Jangan Sakit! Klik di sini.
SYAILENDRA
Baca juga:
RS Budi Asih Kewalahan Tangani Pasien KJS
Astaga! Mayat Bayi Dibuang di Pot Bunga
Kasus Dera, RS Diminta Tambah Kapasitas Kelas III
RS Kurang Dokter, Jokowi Ajukan 110 Dokter Baru
Pasien Miskin Ditolak RS, Sistem Kesehatan Buruk