TEMPO.CO, Jakarta - Martini, 38 tahun, penjual warteg di daerah Cawang, Jakarta Timur, terpaksa menaikkan harga makanan di warungnya. Pasalnya, naiknya harga beras dan elpiji ukuran 3 kilogram membuat dia tak bisa mempertahankan harga lama.
"Rata-rata saya naikkan Rp 2.000 setiap menu," katanya kepada Tempo, Kamis, 26 Februari, 2015.
Menurut dia, kenaikan harga ini diterapkan sejak dua pekan lalu, saat harga beras berkualitas biasa sudah mencapai Rp 10 ribu per kilogram. Lantaran harga gas melon juga naik, menjadi Rp 20 ribu, ia tak ragu ikut menaikkan harga dagangannya. "Pembeli juga maklum," katanya.
Misalnya, seporsi nasi dengan lauk ayam, bihun, dan sayur yang sebelumnya dibanderol dengan harga Rp 10 ribu, kini naik menjadi Rp 12 ribu. Dengan demikian, jika seseorang membeli seporsi makanan itu dengan minuman es teh manis, dia harus merogoh kocek Rp 15 ribu.
Adapun seporsi nasi dengan lauk tempe, tahu, dan sayur dihargai Rp 7.000. Sedangkan jika tempe-tahu diganti telur harganya menjadi 9.000. Martini mengatakan kenaikan harga dilakukan agar labanya tak menurun.
Salah seorang pembeli, Aryo, 29 tahun, mengatakan kenaikan harga ini sempat membuatnya terkejut. Tapi, dia paham bahwa naiknya harga beras dan gas lambat laun akan berdampak bagi harga makanan.
"Ya, mau gimana lagi, berarti harus mulai lebih berhemat walaupun sudah makan di warteg," katanya.
YOLANDA RYAN ARMINDYA