TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan meragukan keputusan pemerintah DKI menugaskan PT Transportasi Jakarta untuk mengelola pengintegrasian moda transportasi di Ibu Kota.
Alasannya, badan usaha milik daerah yang baru berusia satu tahun itu belum menunjukkan prestasi dalam program kerjanya. Selain itu, Shafruhan berujar, PT Transportasi Jakarta belum pernah mengundang Organda guna mendiskusikan rencana integrasi itu. "Pembahasannya tak pernah menyeluruh," katanya.
Shafruhan mempertanyakan kesiapan pemerintah DKI menjamin kelangsungan operasionalisasi para operator. Ia mengatakan keberadaan Organda bermula dari permintaan pemerintah yang tak siap menyediakan angkutan umum. Menurut dia, Organda selama ini tak mendapat dukungan materi dari pemerintah.
Poin lain yang belum disetujui, kata Shafruhan, yakni nilai yang akan dibayarkan per kilometer. Ia mengatakan nilai Rp 10 ribu yang diajukan pemerintah DKI belum cukup untuk menutup biaya operasional yang harus dikeluarkan operator. Terlebih, dia melanjutkan, pemerintah pusat mencabut subsidi bagi bahan bakar minyak jenis Premium.
Organda, tutur Shafruhan, mengajukan nilai Rp 13 ribu. Menurut dia, perhitungan nilai itu didasari pencabutan subsidi, fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar, inflasi, serta biaya tak terduga. Shafruhan mengatakan nilai Rp 10 ribu akan membuat pemerintah DKI dan Organda berulang kali menyesuaikan nilai pembayaran akibat faktor-faktor tersebut. "Bagaimana mungkin kami harus merevisi tarif terus-menerus?" ujarnya.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Antonius Nicholas Stephanus Kosasih mengklaim perusahaannya siap menjalankan sistem itu. Ia mengatakan sudah mempersiapkan dokumen lelang untuk menentukan operator yang berpartisipasi dalam sistem ini. "Target kami, prosesnya selesai pada 16 April," ujar Kosasih.
LINDA HAIRANI