TEMPO.CO , Jakarta:Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budihartono mengatakan terhambatnya pembebasan lahan menyebabkan pembengkakan biaya proyek pembangunan Mass Rapid Transit. Ia memperkirakan nilainya mencapai Rp 500 miliar."Mungkin bisa lebih besar dari itu," kata Heru kepada Tempo, Kamis, 21 Mei 2015.
Konsekuensi penambahan biaya itu, Heru berujar, berasal dari bidang-bidang yang belum dibebaskan di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Selain itu, pemenang lelang pembongkaran Stadion Lebak Bulus juga belum ditentukan. Lelang tersebut diulang karena tak ada peserta yang menyanggupi pada proses tahap pertama.
Semula, Heru mengatakan, nilai yang ditawarkan Pemerintah DKI dalam lelang tersebut senilai Rp 6,65 miliar sedangkan para peserta menawar di bawah harga itu. Kini standar proyek tersebut dikurangi agar ada peserta lelang yang menyanggupinya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan opsi lain pembebasan lahan yang masih buntu melalui penilaian juru taksir independen atau appraisal. Setelahnya, pemilik lahan bisa langsung mengurus pembayarannya melalui sistem konsinyasi ke pengadilan negeri. "Seharusnya tahun ini selesai," ujar dia.
Meski begitu, Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta Dono Boestami mengatakan persentasi lahan yang belum dibebaskan sebenarnya kecil. Ia menjamin pembebasan lahan di Fatmawati tak mengganggu pengerjaan proyek. Alasannya, sebanyak 75-80 persen lahan yang digunakan untuk membangun proyek MRT justru milik negara. "Tak mengganggu jalannya proyek," ujar Dono.
Dono menuturkan pengerjaan proyek MRT berlangsung simultan. Ia berujar kontraktor menggarap sepanjang rute ruas Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia secara bersamaan. Rute itu ditargetkan bisa beroperasi pada tahun 2017.
LINDA HAIRANI