TEMPO.CO, Bekasi - Seorang pendeta berinisial DM, 53 tahun, dilaporkan ke Polda Metro Jaya setelah diduga melakukan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur hingga melahirkan. "Anaknya sudah diadopsi di Jawa Tengah," kata komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Bekasi, Ruri Arif Rianto, Jumat, 11 September 2015.
Ia mengatakan peristiwa pencabulan secara terus-menerus itu terjadi pada Februari 2013, di sebuah hotel kelas melati di bilangan Bekasi Timur. Tak disangka, setelah intensif berhubungan badan, korban yang masih berusia 13 tahun akhirnya terlambat datang bulan. "Ternyata korban hamil," katanya.
Sementara itu, korban CV, 15 tahun, mengatakan modus yang dilakukan pelaku adalah awalnya membahas perihal kegiatan gereja. Keduanya intensif berkomunikasi melalui telepon seluler. Hingga akhirnya, pertemuan berlanjut di sebuah rumah makan. "Setelah itu, saya diajak ke hotel," kata CV, yang didampingi KPAI.
Di dalam kamar, ia dipaksa melayani nafsu bejat pelaku. Alasannya, melayani seorang gembala Tuhan tak jadi masalah. Padahal dia sudah menolak. Namun, karena mendapat ancaman, ia tak berani melawan. "Katanya, saya harus disucikan," ucapnya.
Tak lama kemudian, korban diketahui positif hamil. Namun lagi-lagi pelaku berkilah bahwa anak yang dikandungnya adalah jelmaan iblis. Karena itu, dia diminta pergi ke Jawa Tengah untuk berpuasa selama tiga hari di Bukit Doa, Semarang. "Saya tak berani bercerita kepada orang tua," katanya.
Korban pun menurut dan pergi dari rumah tanpa sepengetahuan keluarga. Ia dibekali ongkos serta ponsel baru. Di sisi lain, pelaku berbicara kepada keluarga bahwa CV tengah mendalami agama di Semarang, Jawa Tengah. "Setelah lahir, saya dibawa ke Surabaya, lalu pulang," kata CV.
Tak tahan atas kasus yang dialami, akhirnya korban bercerita yang sebenarnya kepada keluarga pada Juni lalu. Soalnya, selama ini keluarga tahu bahwa CV hamil hingga melahirkan akibat pergaulan bebas. "Kasusnya sudah dilaporkan," kata Ruri.
Namun laporan ke Polda pada 7 Agustus dengan nomor laporan LP/3092/VIII/2015/PMJ/DitReskrimum hingga kini belum diketahui kelanjutannya. Pihaknya berharap laporan itu segera diselidiki dan ditingkatkan ke penyidikan. "Kasihan korban sekarang trauma," katanya.
Untuk memulihkan psikologis korban, ujar Ruri, pihaknya menyiapkan psikolog sehingga, jika traumanya sembuh, korban dapat melanjutkan sekolah. Sebab, korban saat ini masih berusia 15 tahun. "Dia masih punya masa depan," katanya.
ADI WARSONO