Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat, Komisaris Besar Rudy Hariyanto Adi Nugroho, kemudian memanggil anak buahnya untuk mencari jalan keluar dalam menangani tawuran. Tambora ditetapkan sebagai titik percontohan program Gerakan Masyarakat Anti-Tawuran pada 12 Juni 2015.
Polisi kemudian memasang 1.000 spanduk bertulisan nomor telepon pengaduan dan ancaman hukuman bagi mereka yang terlibat tawuran. Agar tak dianggap angin lalu, polisi mengajak tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk ikut mengingatkan kemudaratan tawuran. Jika imbauan itu masih tak mempan, setiap pelajar yang tertangkap tawuran akan dilaporkan ke Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat untuk dicabut bantuan Kartu Jakarta Pintar-nya.
“Dari 15 pelajar yang terlibat tawuran, empat di antaranya sudah dicabut KJP-nya,” kata Kepala Polsek Tambora, Komisaris Wirdanto Hadi Wicaksono. Adapun bagi masyarakat umum yang terlibat tawuran, polisi tak akan sudi mengeluarkan surat keterangan catatan kepolisian atas dirinya.
Kini, Jujung dan warga Tambora tak lagi waswas untuk bermain di sekitar rumah saat akhir pekan. “Sekarang sudah zero tawuran,” ujar Wirdanto. Atas pencapaian itu, Wirdanto dan Rudy Hariyanto dianugerahi penghargaan di Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat oleh Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia (LEPRID). “Sejauh pengamatan kami, belum ada yang melakukan program pencegahan tawuran seperti ini,” kata Direktur LEPRID, Paulus Pangka.
DIKO OKTARA