TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta agar para sopir tidak diperalat perusahaan. Ahok menduga aksi yang dilakukan kemarin telah direstui perusahaan taksi.
Unjuk rasa yang diwarnai aksi sweeping itu menuntut penutupan operasi kendaraan umum berbasis aplikasi, yakni Grab, Go-Jek, dan Uber. Hal ini terjadi karena aplikasi tersebut ditengarai telah menurunkan pemasukan dari para sopir taksi. Namun Ahok justru mengatakan keuntungan perusahaan taksi justru meningkat.
Ahok menilai ada permasalahan harga yang harus diselesaikan lebih dulu. Karena itu, Ahok meminta para pengusaha tidak memprovokasi para sopir. "Jangan korbanin sopir, jangan sopir diprovokasi, jangan disuruh-suruh. Kasihan, sudah gaji pas-pasan kok, kadang di bawah UMP kok," ujarnya di kantor Gubernur DKI Jakarta, Rabu, 23 Maret 2016.
Apalagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak yang menyebabkan tarif naik. Ahok menilai pendapatan yang diperoleh perusahaan taksi justru meningkat. Bahkan, setelah harga BBM kembali turun pun, tarif taksi tidak ikut turun.
Padahal, saat harga minyak naik, perusahaan taksi menuntut kenaikan tarif kepada pemerintah. Ahok mengatakan penuntutan kenaikan tarif ini juga tak jarang diikuti sikap ngotot dari pihak pengusaha. "Harga minyak naik 5-10 persen, tarif taksi bisa naik 25 persen, eh, sekarang harga minyak turun nih, turunin enggak tarif taksinya? Kan brengsek," tuturnya.
(Lihat Video: Blue Bird Bantah Membayar Supir Demo, Aksi Anarkis Supir terhadap Sesama Rekannya)
Pada Selasa, 22 Maret 2016, ribuan sopir taksi dan sopir bajaj turun ke jalan. Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari aksi pada Senin, 14 Maret 2016. Mereka menuntut penutupan operasi kendaraan umum berbasis aplikasi, yakni Grab, Go-Jek, dan Uber.
Aksi ini diduga mendapat restu dari pihak perusahaan. Bahkan ada kabar yang menyebutkan perusahaan membayarkan komisi bagi para sopir yang berunjuk rasa.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI