TEMPO.CO, Jakarta - Muki, 55 tahun, ayah Imam Harpriadi, tak bisa berbuat banyak saat mengetahui anak ketiganya itu divonis mati Pengadilan Negeri Tangerang, kemarin. Imam dihukum mati setelah terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan Eno Farihah, karyawan pabrik plastik di Kosambi, Kabupaten Tangerang.
"Mau gimana lagi? Kami tidak tahu cara banding itu seperti apa, pakai uang enggak? Kalau pakai uang, jelas kami tidak punya," ujarnya saat ditemui Tempo di ruang tunggu Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda, Tangerang, Kamis, 9 Februari 2017.
Sebagai orang tua, Muki mengaku sangat sedih dan prihatin melihat kondisi anaknya tersebut. "Hati ini terasa disayat-sayat. Istri saya sudah kurus kering dan sakit-sakitan memikirkan nasib Imam," katanya.
Untuk urusan banding, Muki akan menyerahkan semua keputusan kepada Imam dan pengacara yang mendampinginya. "Saya hanya mendukung."
Keluarga, kata Muki, tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Imam dalam masalah hukum ini. Selain karena faktor ketidaktahuan, faktor ekonomi menjadi penyebabnya. "Jangankan urusan banding, urusan makan saja susah," tuturnya.
Selama ini, kata Muki, Imam-lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Sebelum terlibat kasus pembunuhan sadis ini, Imam bekerja di pabrik Parolan di Dadap, Kosambi. Gaji Imam cukup untuk membantu dapur keluarga dan membiayai dua adiknya yang sekolah. "Setelah Imam ditangkap, hanya istri saya yang mencari uang sebagai pemulung di kawasan Bandara Soekarno-Hatta," ucap Muki, yang mengaku sudah tujuh tahun menganggur.
Baca: Pelaku Divonis Mati Kasus Eno Farihah, Keluarga Bingung dan Syok
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati kepada Rahmat Arifin dan Imam Harpriadi dalam sidang putusan pembunuhan berencana terhadap Eno Farihah. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah terbukti dan meyakinkan melakukan perbuatan pembunuhan berencana.
Saat mendengar putusan itu, kedua pelaku tampak tetap tenang dan tak kaget. Kuasa hukum terdakwa, Sunardi, menyatakan pihaknya akan pikir-pikir dulu terkait dengan vonis hakim tersebut.
JONIANSYAH HARDJONO