TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris DKI Jakarta Saefullah mengatakan, persetujuan DPRD DKI Jakarta diperlukan untuk memuluskan rencana pembiayaan proyek mass rapid transit (MRT) fase 2. Proyek MRT tahap 2 ini menghubungkan Bundaran Hotel Indonesia-Ancol Timur.
“Itu persyaratan untuk kami melakukan loan (pinjaman) dengan luar negeri, dalam hal ini Jepang,” kata Saefullah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017. Menurut Saefullah, persetujuan anggota DPRD itu akan berkaitan dengan pembayaran utang pemerintah pusat dan daerah kepada pemerintah Jepang mengenai pembiayaan MRT.
Baca: DPRD DKI Bakal Tolak Pembiayaan MRT ke Ancol Timur, Ini Alasannya
“Harus ada persetujuan DPRD karena terkait komitmen penganggaran pembayaran itu di tahun kesebelas,” ujar Saefullah. Adapun jangka waktu peminjaman untuk membiaya proyek tersebut selama 20 tahun.
Pemerintah, kata Saefullah, diwajibkan mengangsur pinjaman tersebut mulai tahun ke-11, dengan membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Menurut Saefullah, biaya yang dibebankan ke APBD DKI untuk membayar utang tersebut diperkirakan mencapai Rp 800 miliar per tahun.
Itu pun, kata Saefullah, jika anggota Dewan menyetujui pembiayaan proyek fase 2 MRT itu sampai Ancol Timur. Hingga hari ini, DPRD belum menyetujui perpanjangan trase Kampung Bandan-Ancol Timur.
Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, pihaknya mempersoalkan biaya investasi perpanjangan trase Kampung Bandang-Ancol Timur memakan biaya sekitar Rp 11,7 triliun atau Rp 1,5 triliun per kilometer. Padahal, jarak kedua wilayah itu hanya terpaut 6,4 kilometer, terlebih rel dibangun secara elevated. “Kalau underground (bawah tanah) 1 sampai 1,1 triliun rupiah,” ujar Triwisaksana.
Baca juga: Jalur MRT ke Ancol Ditolak DPRD, Sumarsono Lapor Menteri Rini
Menurut Triwisaksana, sebelum menyetujui rencana pembiayaan MRT fase 2, pihak eksekutif terlebih dahulu harus memberikan penjelasan lebih komprehensif dan respons terhadap sejumlah pertanyaan anggota Dewan dalam pertemuan sebelumnya.
“Kami upayakan cepat, tergantung penjelasan Pak Plt (Sumarsono) dan eksekutif. Kalau sophisticated, canggih, ya harusnya bisa lebih cepat,” kata Triwisaksana.
FRISKI RIANA