TEMPO.CO, Jakarta - Koran Tempo kembali memilih dan menobatkan Tokoh Metro. Ajang ini digagas untuk mengapresiasi orang-orang yang berjasa memantik perbaikan di berbagai bidang kehidupan masyarakat Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Mereka, dengan cara unik dan kreatif, telah membantu pemerintah mengatasi persoalan dan membuat wajah kota menjadi lebih ramah. Salah satu penerima penghargaan itu adalah Lita Anggraini.
“Siapa bilang pekerjaan ini tidak membutuhkan pengetahuan?” ujar Lita Anggraini lantang. “Bias gender, kelas, hingga ras, semua ada dalam hubungan antara majikan dan pembantu rumah tangganya,” dia melanjutkan. Sekitar 30 pekerja rumah tangga (PRT) yang hari itu mengikuti Sekolah Wawasan PRT tampak serius mendengarkan ceramahnya.
Sekolah Wawasan PRT diprakarsai Lita untuk memberikan pemahaman kepada para pekerja rumah tangga bahwa mereka perlu berserikat dan mengerti berbagai aspek legal terkait dengan pekerjaannya. Tempat dan tema sekolah berganti-ganti setiap pertemuan.
Baca: Tokoh Metro 2017, Guntoro: Lingkungan Nyaman di Tepi Ciliwung
Kamis dua pekan lalu itu mereka membahas masalah organisasi di kantor Serikat PRT Sapu Lidi, di Jalan Bahari Raya, Cilandak, Jakarta Selatan.
Lita, yang saat ini Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga--disingkat Jala PRT--terpanggil untuk membela hak-hak PRT sejak masih kuliah di Universitas Gadjah Mada pada 1989. Alasannya: tak banyak orang mau melakukannya. Bersama beberapa teman, dia membentuk Forum Diskusi Perempuan Yogyakarta yang membahas feminisme, perburuhan, dan isu hak asasi manusia lainnya.
Kekerasan di Gresik terhadap Kamiatun, pembantu rumah tangga asal Ngawi, Jawa Timur, mendorongnya untuk berfokus memperjuangkan hak PRT. Mula-mula dia bersama lembaga swadaya masyarakat Rumpun Tjoet Njak Dien mengadvokasi dan mengorganisasi PRT di Yogyakarta. Pada 1997, ia membentuk jaringan perlindungan PRT Yogyakarta dan mendesak diterbitkannya peraturan daerah tentang perlindungan PRT.
Belakangan, Lita menyadari sulit mengupayakan perlindungan konstitusional bagi PRT jika mereka hanya bergiat di lingkup regional. Karena itu, pada 2004 dia bersama beberapa organisasi perempuan lain yang memiliki visi serupa mendirikan Jala PRT dan memboyong program advokasi mereka ke Jakarta.
Kini di Jakarta dan kota penyangga sekitarnya sudah terdapat lima serikat pembantu rumah tangga yang bernaung di bawah Jala PRT.
Selain memperjuangkan Undang-Undang Perlindungan PRT, Jala PRT aktif mendampingi pekerja rumah tangga yang dianiaya majikannya. Tahun lalu mereka menangani 218 kasus di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sepanjang tahun ini, hingga Juli sudah terdapat 114 kasus.
Salah satu kasus yang mereka advokasi adalah penganiayaan Toipah, 22 tahun, oleh Fanny Syafriansyah alias Ivan Haz, anak mantan wakil presiden Hamzah Haz. Agustus tahun lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memvonis Ivan Haz dengan hukuman penjara 1,5 tahun.
Baca: Anugerah Tokoh Metro 2017, Djarot Jadi Keynote Speaker
Toipah merasa beruntung didampingi Jala PRT saat bersengketa. “Banyak PRT lain yang juga mengalami penganiayaan belum tentu memperoleh pendampingan,” tuturnya. Mereka membutuhkan perlindungan undang-undang.
Sebenarnya Rancangan UU Perlindungan PRT sudah masuk Program Legislasi Nasional pada 2004-2009, tapi tak kunjung diundang-undangkan. Lita optimistis bisa menjebol kebuntuan legislasi itu kalau mereka berserikat. “Semakin banyak serikat terbentuk, dorongan untuk membentuk aturan perlindungan PRT akan semakin luas,” ujarnya kepada para peserta Sekolah Wawasan PRT.
Kerja keras Lita Anggraini untuk membela pekerja rumah tangga ini mendapat perhatian dari juri Tokoh Metro 2017. Sebagai bentuk apresiasi, tim juri menempatkan dia sebagai pemenang bersama delapan tokoh lainnya (baca: Sembilan Tokoh Metro 2017: Mereka yang Merawat Kota).
Biodata
Nama: Lita Anggraini
Pekerjaan: Koordinator Nasional Jala PRT
Tempat dan tanggal lahir: Semarang, 22 Oktober 1969
Pendidikan: Sarjana Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Penghargaan: Ashoka Fellowship
Status: Belum menikah
TIM KORAN TEMPO