TEMPO Interaktif, Jakarta - Bintang sinetron remaja Aurelie Moeremans, 16 tahun, mengadu kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak. Gadis keturunan Belgia ini mengaku diekploitasi oleh rumah produksi yang menaunginya.
Kontrak ekslusif yang mengikatnya dengan rumah produksi itu tidak jelas dan cenderung terlalu mengikatnya. "Kontrak seharusnya menguntungkan secara karir, tapi saya justru merasa kurang bebas," kata Aurelie kepada wartawan di kantor Komnas Perlindungan Anak Jakarta Timur, Selasa (16/2).
Sri Sunarti, ibu Aurelie menuturkan anaknya dikontrak oleh rumah produksi tersebut sejak 28 Mei 2008. Kontrak berlaku tiga tahun untuk 256 episode dengan nilai kontrak Rp 832 juta. Namun setelah 1,5 tahun, kontrak berjalan ternyata Aurelie hanya bermain di 22 episode dan baru menerima bayaran dalam jumlah yang kecil.
"Yang membuat kami kecewa hampir sebagian besar sinetron itu tidak tayang. Inilah yang menurut kami menghambat kesempatan anak kami untuk berkarya, apalagi anak kami jarang diberi pekerjaan (agenda syuting)," ujarnya.
Soal kontrak, Sri mengaku dia memang merasa bersalah kepada anaknya. Karena kurang hati-hati, salah satunya soal poin lamanya kontrak dan jumlah episode. "Masa kontrak tiga tahun untuk 256 episode itu saya pikir ya semua episode selesai selama tiga tahun. Ternyata tidak begitu, jika dalam tiga tahun episode belum tuntas semua Aurelie harus tetap menyelesaikannya walaupun masa kontrak telah habis," ujarnya.
Poin inilah yang dianggap Sri sebagai eksploitasi, sebab dalam pemahamannya bisa jadi Aurelie akan terus bermain untuk rumah produksi itu seumur hidup selama jumlah episode belum terpenuhi.
Menyadari kemungkinan itu, Sri lalu berinisiatif membebaskan anaknya dari kontrak tersebut. ''Upaya damai sudah kami lakukan tapi tidak mendapat jawaban dari pihak rumah produksi,'' kata Sri Sunarti.
Tapi pihak rumah produksi sempat berubah pikiran dengan memberikan dispensasi soal masa kontrak. Rumah produksi mengizinkan Aurelie terikat kontrak dengan rumah produksi lain setelah masa kontrak selesai, namun tetap berkewajiban memenuhi panggilan syuting dari rumah produksi selama episodenya belum rampung.
"Padahal kata mereka sebelumnya ini kontrak eksklusif di mana anak kami tak boleh bermain dalam rumah produksi lainnya sampai seluruh episode terselesaikan."
Sekretaris Jenderal Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, menilai perjanjian kontrak bermain sinetron semacam ini bersifat sepihak dan tidak jelas. "Ini bentuk eksploitasi yang dibuat secara mengikat terhadap anak,'' kata dia.
Dia juga mempertanyakan kenapa pihak rumah produksi tidak mengizinkan dokumen kontrak itu diketahui orang lain, termasuk media bahkan Komnas. "Ini pelanggaran, kami harus lihat dokumen itu," tegasnya.
Sebab rumah produksi ini, menurut Arist, sudah melakukan pengabaian terhadap hak anak dan tidak menyediakan ruang gerak bagi anak untuk berekspresi. Dari sisi perlindungan anak, kontrak kerja seperti kasus ini pun dinilai melanggar sedikitnya dua undang-undang. Yaitu UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 dan Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam pasal 10 UU perlindungan anak diatur bahwa anak oleh berekspresi dan berpendapat. ''Jadi anak juga harus diperhatikan haknya untuk didengar," kata Arist. Kenyataannya keinginan anak untuk menghentikan kontrak karena tidak sesuai perjanjian tidak mendapat tanggapan dari rumah produksi.
Undang-undang ketenagakerjaan khususnya pasal tentang pengembangan bakat dan miniat juga menegaskan bahwa anak memiliki hak atas apa yang dikerjakannya. "Misalnya jam kerja maksimal tiga jam, tidak boleh striping dan typing," ujarnya.
Hal-hal seperti ini, lanjut dia, cenderung tidak diperhatikan di Indonesia. "Departemen Ketenagakerjaan juga kurang peduli, padahal faktanya banyak anak yang bekerja pada jalur ini," ujarnya.
Untuk kasus Aurelie, menurut Arist, pihaknya akan mengupayakan mediasi untuk mengakhiri kontrak Aurelie. "Biasanya perdamaian, dengan negosiasi yang saling menguntungkan," ujarnya. Selama dua tahun terakhir, jalan damai ini cukup efektif. "Sejak 2008 setidaknya sudah ada 14 kasus yang diselesaikan dengan jalur ini," ungkapnya.
Titis Setianingtyas