TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 700 warga Bandar Lampung menggelar unjuk rasa di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Kebon Nanas, Jakarta Timur, Senin 11 Juni 2012. Mereka memprotes penilaian tim Piala Adipura yang menempatkan Kota Bandar Lampung sebagai kota terkotor di Indonesia.
Mereka meminta Menteri Lingkungan Hidup mencabut predikat kota terkotor yang disematkan kepada Kota Bandar Lampung. "Masyarakat Bandar Lampung tidak terima. Mundur dari kursi kalau tidak bisa menilai," kata peserta unjuk rasa yang berorasi, Senin 11 Juni 2012.
Mereka membentangkan spanduk dan poster protes. Hingga tengah hari, warga pengunjuk rasa masih bertahan di depan gedung Kementerian. Unjuk rasa ini digelar untuk kedua kalinya. Sebelumnya, Jumat 8 Juni 2012, perwakilan warga Kota Bandar Lampung menggelar aksi serupa. Pengunjuk rasa juga meminta agar Menteri Lingkungan Hidup minta maaf. "Menteri harus ambil sikap yang benar," ujarnya.
Sementara itu di gedung C Kementerian Lingkungan Hidup berlansung dialog antara perwakilan pengunjuk rasa yang dipimpin Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung Kota Bandar Lampung, Zaiful Hayat Karim, dan perwakilan Kementerian yakni Masneliati Hilman, Deputi Limbah Berbahaya, Berbau, dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup.
Masneliati membantah pihaknya menyebut Kota Bandar Lampung sebagai kota terkotor di Indonesia. Menurut dia, penyataaan itu hanya merespon pertanyaan jurnalis saat konferensi pers. Saat menggelar konferensi pers di Hotel Sahid Jakarta, kata dia, ada jurnalis yang bertanya apakah ada kota terkotor di Indonesia. “Kami mengatakan kota metropolitan yang memiliki angka terendah adalah Kota Bekasi. Untuk kota besar, angka yang terendah adalah Kota Bandar Lampung," ujar Masneliati.
Baca Juga:
Ia akan mengirim surat kepada Pemerintah Daerah Lampung dan Pemerintah Kota Bandar Lampung. "Suratnya dikirim secepatnya," kata dia. Masneliati menolak disebut menyalahkan media yang memberitakan konferensi pers. "Saya tidak pernah menyalahkan media. Tanyakan ke medianya, jangan ke kami," ucapnya.
Namun, Zaiful menganggap permintaan maaf lewat Pemerintah Daerah Lampung dan Pemerintah Kota Bandar Lampung saja tidak cukup. Sebab, kata Zaiful, tidak semua masyarakat mengetahuinya. Dia berharap kalau Kementerian memang tidak pernah menyatakan Kota Bandar Lampung sebagai kota terkotor di Indonesia permintaan maaf itu dilakukan secara terbuka lewat media cetak dan media elektronik. “Biar semua orang tahu," ucap Zaiful usai dialog yang tertutup itu.
Menurut Zaiful, masyarakat Kota Bandar Lampung terlanjur merasa tersinggung dengan sebutan itu. "Selama saya hidup, baru kali ini Bandar Lampung dikatakan terkotor. Tiap hari terngiang-ngiang," ujarnya.
ATMI PERTIWI