TEMPO.CO, Jakarta - Ketika kaki menapak kebun kecil itu, tamu langsung disambut bunga matahari, bayam, kangkung, sawi, jinten, kunyit, jahe, sirih, temulawak, dan tanaman lainnya. Di taman seluas sekitar 300 meter persegi tersebut, selain ada tanaman yang langsung ditanam di tanah, ada yang dirambatkan, dan ada yang ditanam di pot-pot yang digantung secara vertikal untuk efisiensi tempat.
Suasana menyegarkan itulah yang ditemui oleh 24 ibu-ibu PKK RW 05 Kelurahan Grogol Utara dan perwakilan SDN 09, 10, 11 dan 14 Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ketika pada Kamis, 10 Desember lalu, berkunjung ke sana. Ibu-ibu tersebut mengikuti salah satu bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) PT Tempo Inti Media Tbk yang melibatkan warga di sekitar kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Selatan.
Kebun Karinda (singkatan dari Karang Indah), yang didirikan pada 28 Januari 2006, terletak di Perumahan Karang Indah Blok C2, Jalan Karang Asri II No. 28, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Perintisnya adalah Djamaludin Suryo Hadi Kusumo, mantan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tahun 1993–1998, beserta istrinya Sri Murniati.
Di taman dan ‘workshop’ inilah kedua pasangan yang sudah lanjut tersebut (Djamaludin 81 tahun, Sri Murniati 70 tahun) mengisi masa tua mereka dengan berbagi pengetahuan. Mereka berdua memberikan pelatihan pengelolaan sampah kepada siapapun secara gratis. Para peserta mendapatkan pelatihan dan penyuluhan pengelolaan sampah organik serta praktek langsung cara-cara pembuatan kompos dari sampah dapur dan limbah rumah tangga.
“Dalam pembuatan kompos, yang pertama dilakukan adalah membiasakan diri memilah sampah mulai dari rumah. Sampah organik dan anorganik harus dipisahkan,” kata Sri Murniati.
Sri Murniarti pun memulai pelajarannya. Ia--sesekali ditambahi penjelasan dari sang suami Djamaludin--menjelaskan tahapan pembuatan kompos yang benar, yakni komposnya jadi tanpa harus menimbulkan bau.
Kebun Karinda mengembangkan teknik pengomposan dengan menggunakan sistem aerobi termotilik. Sedangkan untuk sampah yang berasal dari rumah tangga digunakan Takakura Home Method, yang pertama kali diperkenalkan oleh Mr. Takakura, seorang peneliti dari Lembaga Jepang Kitakyusu International Technocooperative Associoation (KITA).
Keranjang Takakura adalah alat pengomposan sampah organik yang bentuknya praktis dan bersih karena dalam pemrosesan penguraian sampah menjadi kompos dilakukan oleh bakteri dalam keranjang yang berlangsung secara aerobik. Dengan metode ini, proses pengomposan berlangsung tanpa bau dan cairan (lindi) sehingga tidak mengganggu kenyamanan.
“Teknik pengomposan ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun, dengan menggunakan bahan murah yang tersedia di lingkungan sekitar,” kata Djamaludin. Dia menambahkan, di pedesaan pun sebagai wadah kompos bisa digunakan gentong dari tanah liat.
Salah satu peserta merasa beruntung bisa ikut dalam workshop yang berlangsung selama hampir tiga jam tersebut. “Akan dicoba di lingkungan kami, dan mudah-mudahan berhasil meningkatkan minat warga untuk mengelola sampah dengan baik,” kata Nade, seorang ibu yang menjadi penggerak di lingkungannya.
ADE SUBRATA