TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan itu melambai dari balik pintu yang terbuka setengah di bangunan dua lantai, di Jalan Kepanduan II, Kelurahan Pejagalan. Kelurahan di Jakarta Utara ini lebih terkenal dengan nama Kalijodo, yang menjadi tempat prostitusi paling kondang setelah Kramat Tunggak ditutup pemerintah 5 tahun sebelumnya.
Ia mengenalkan diri bernama Sarah, 30 tahun, asal Cimahi, Jawa Barat. “Silakan mampir, Mas…,” katanya seperti termuat di Koran Tempo edisi 12 Februari 2016. Behel menyembul dari giginya yang tak gingsul.
BACA: Sejarah Kalijodo, Dari Tempat Nongkrong ke Pelacuran
Sarah memakai baju serba ketat dengan rok di atas lutut. Tanpa ragu, ia mengajak Tempo ke kamar di bawah. Ada sepuluh kamar berukuran 2 x 1,8 meter di sana, berhadapan membentuk lorong. Sarah dan teman-temannya menyebut kamar-kamar itu Wisma Adem. Ia mengajak masuk ke salah satunya.
Selain kasur, wastafel, handuk kecil, dan kamar mandi, ada kipas angin di dalam kamar itu. Di atas meja di sudut, tergeletak kondom. “Semua tamu wajib memakai alat kontrasepsi agar terhindar dari penyakit,” katanya.
Obrolan itu terjadi setelah situasi agak santai. Semula, Sarah curiga dan meminta Tempo mengeluarkan isi tas. Ia takut sekali gerak-geriknya direkam kamera tersembunyi. Setelah merasa aman, dia bercerita tentang kehidupannya di Kalijodo.
BACA: Ahok Segera Gusur Kalijodo Lalu Jadikan Taman Pisang
Sarah baru setahun tinggal di Kalijodo. Ia pamit kepada keluarganya di Cimahi mencari kerja di Ibu Kota. Anak semata wayangnya yang kini duduk di bangku SMP, tak tahu bahwa tempat kerjanya di Kalijodo. “Saya hanya orang kecil, tak punya pendidikan tinggi,” katanya.
Selanjutnya: Harga sekali kencan...
Harga sekali kencan dengan Sarah Rp 150 ribu. Uang itu ia bagi dua dengan muncikari. Sebagai pelacur “freelance”, Sarah hanya membuka “praktek” sampai sore. Pelacur kelas utama melayani tamu dari malam hingga pagi.
Menurut data Kelurahan Pejagalan yang bersumber dari puskesmas setempat, ada 126 pelacur Kalijodo yang rutin memeriksakan kesehatan setiap tiga bulan. Pemeriksaan terakhir dilakukan pada Januari lalu. Nama-nama di daftar itu keren-keren: Vita, Jenny, Sella, Lenna, Cica….
BACA: Muncirkari: Ahok Takut Kalah Pilkada
Kepala Seksi Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pejagalan Tri Wahyuni menjelaskan, 126 pelacur itu berasal dari 14 wisma. Mayoritas perempuan tunasusila itu kelahiran 1980-an dan 1990-an serta berasal dari Jawa Barat. “Masih banyak yang malu memeriksakan kesehatan,” ujarnya.
Kalijodo kembali diberitakan setelah seorang pengendara Fortuner mabuk menabrak orang hingga tewas di Jalan Daan Mogot pada Senin pagi lalu. Pemabuk itu mengaku baru pulang minum dari Kalijodo. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pun bereaksi. Ia berencana membongkar tempat-tempat pelacuran di sana.
CERITA LENGKAP, BACA: Setelah Tabrakan Fortuner, Ahok Akan Bereskan Kalijodo
Menurut Sarah, sejak ancaman Basuki itu disiarkan secara luas oleh televisi, ia dan teman-temannya menjadi cemas. Itulah kenapa ia memeriksa isi tas wartawan Tempo di Wisma Adem. Sarah berharap, Basuki tak membongkar Kalijodo. Tak hanya pendatang seperti dia, banyak penduduk lain menggantungkan hidup pada pelacuran di sini.
Kepala Seksi Pemerintahan, Ketenteraman, dan Ketertiban Pejagalan Saipul Hidayat mengatakan ada lima rukun tetangga di Kalijodo, yaitu RT 01, 03, 04, 05, dan 06. “Ada 3.032 jiwa yang tinggal di sana,” ucapnya.
BACA: Kapolda Tito Siap Bantu Bongkar Kalijodo
Saipul menjelaskan, hingga saat ini, warga Kalijodo tak pernah mempersoalkan program-program pemerintah DKI. Namun dia khawatir mendapat perlawanan sengit dari masyarakat jika pemerintah tiba-tiba menggusur lokalisasi itu. “Banyak preman di Kalijodo,” ucapnya.
Gubernur Basuki berkukuh melakukan penggusuran. Ia meminta Wali Kota Jakarta Utara Rustam Efendi menerbitkan surat peringatan pertama. Pemerintah, kata dia, akan memulangkan pelacur ke kampung halaman. “Sebelum menggusur, cobalah kami diajak diskusi dulu,” kata seorang ketua RT.
GANGSAR PARIKESIT | ABDUL AZIZ| AHMAD FAIZ | INGE KLARA