TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute memaparkan hasil penelitian tentang kondisi kebebasan beragama atau berkeyakinan dan minoritas keagamaan di Indonesia tahun 2016. Itu merupakan laporan kesepuluh dari Setara Institute tentang isu tersebut.
Peneliti kebebasan beragama dan berkeyakinan Setara Institute, Halili, mencatat, ada 208 peristiwa intoleransi dan 270 tindakan intoleransi pada 2016.
Baca Juga:
Baca juga:
Setara Institute Kritik Polisi yang Kawal FPI Razia
Ini Kata Antropolog Soal Kebhinekaan Indonesia
"Bisa jadi, dalam sebuah peristiwa, terjadi beberapa tindakan," ucap Halili dalam jumpa pers di kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Minggu, 29 Januari 2017.
Halili mengatakan peristiwa intoleransi keagamaan paling banyak terjadi pada Januari 2016, yakni sebanyak 37 peristiwa. Disusul Februari dengan 26 kasus dan Juni sebanyak 23 peristiwa.
Menurut dia, ada dua situasi penting yang membuat intoleransi banyak terjadi pada Januari dan Februari lalu, yaitu maraknya isu tentang Ahmadiyah dan Gafatar.
Halili menuturkan lima besar provinsi yang peristiwa intoleransinya terbanyak adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung. Ada 41 kejadian intoleransi di Jawa Barat, sedangkan di Jakarta 31 peristiwa.
Menurut Halili, tingginya angka intoleransi di Jawa Barat disebabkan oleh daya dukung pemerintah daerah, tidak hanya provinsi, tapi juga kabupaten dan kota. "Sedangkan di DKI Jakarta, kasus Ahok (penodaan agama) salah satu penjelasnya," ujar Halili.
Peneliti Setara Institute lain, Sudarto, mengatakan DKI sebelumnya tidak masuk sepuluh besar provinsi peristiwa intoleransi. Namun kali ini masuk lima besar.
Dia menuturkan salah satu pemicunya adalah isu agama yang dipolitisasi. "Pilkada atau politik memanfaatkan isu agama," ucap Sudarto.
REZKI ALVIONITASARI