TEMPO.CO, Jakarta - Hampir semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta berkukuh menginginkan staf ahli DPRD untuk menunjang pekerjaan anggotanya. “Tenaga ahli menjadi kebutuhan kami,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jhonny Simanjuntak, Kamis, 3 Agustus 2017.
Sebagai fraksi terbesar, PDIP beralasan perlu staf ahli lantaran permasalahan di DKI Jakarta sangat kompleks. Apalagi, ujar Jhonny, tak semua anggota DPRD memiliki kapasitas untuk menyelesaikan persoalan tersebut. “Kami harus merespons cepat pelbagai persoalan. Makanya butuh staf ahli.”
Ia mengatakan DPRD tak sembarang mengusulkan itu. Menurut dia, di Amerika Serikat pun setiap senator memiliki staf ahli. Karena itu, Jhonny meminta Kementerian Dalam Negeri lebih fleksibel dalam menafsirkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Sebelumnya, kementerian menilai usul DPRD Jakarta yang menginginkan staf ahli tak bisa dikabulkan lantaran tak ada aturannya. Dalam PP Nomor 18 Tahun 2017, tenaga ahli hanya untuk kelengkapan Dewan, pimpinan Dewan, serta tim ahli setiap fraksi, bukan untuk setiap anggota.
DPRD ingin soal tenaga ahli ini masuk dalam rancangan Peraturan Daerah tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD, yang tengah dibahas Dewan. “Karena tak diatur, hal itu tidak bisa dianggarkan,” ujar pelaksana tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Mochammad Ardian.
Menurut Ashraf Ali, Ketua Fraksi Golkar, kebutuhan akan staf ahli bukan tanpa dasar. Soal tenaga ahli diatur dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Kami mengajukan karena ada dasar hukumnya,” ujar dia.
Baca juga: DPRD DKI Mengusulkan Agar Tenaga Ahli Dibiayai APBD
Berdasarkan aturan, selain mengawasi, Dewan berfungsi membuat produk hukum serta anggaran. Adanya staf ahli, ujar Ashraf, membantu anggota menyelami persoalan, seperti hukum, anggaran, bahkan ketatanegaraan.
Ketua Fraksi Gerindra, Abdul Ghoni, berpendapat serupa. Tenaga ahli, kata dia, bisa ditugaskan meriset semua aturan terkait ketika DPRD tengah membahas raperda atau anggaran. “Pekerjaannya bisa meriset sampai mengatur jadwal anggota Dewan,” ujarnya.
Soal gaji tenaga ahli, Ghoni menyebutkan upahnya minimal Rp 6 juta, tergantung kualifikasi tenaga ahli. Karena itu, ia meminta agar Kementerian menyetujui usul DPRD memasukkan pasal soal tenaga ahli. “Kalau tidak disetujui, mau gimana lagi,” katanya.
Berbeda dengan fraksi lain yang cenderung ngotot, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera lebih lunak menyikapi soal tenaga ahli. “Kami ikuti aturan saja,” ujar Ketua Fraksi PKS, Abdurahman Suhaimi.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menilai permintaan staf ahli DPRD menunjukkan Dewan semakin leluasa semenjak tak ada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. “Saya kira masyarakat perlu mencatat nama-nama anggota Dewan yang ngotot agar tidak dipilih lagi,” ujarnya.
ERWAN HERMAWAN