Tapi, Kamis (6/11) siang itu kegembiraan Maya harus terusik. Sebuah pesan singkat (SMS) masuk ke telepon selulernya, "Mamak, aku ketangkap polisi. Sekarang di Polres Jakarta Barat". Demikian bunyi SMS dari anaknya Anton, 17 tahun.
Maya pun terkesiap. Dengan gesit dia segera menitipkan sang bocah ke neneknya. Tujuannya, Polres Jakarta Barat. Dengan menggunakan angkutan umum, Maya meluncur ke Polres. Dia tiba di Polres pukul 17.00 WIB.
Maya melihat Anton berada di antara 224 preman jalanan yang dijaring Polisi. Muka Anton terlihat pucat. Ia masih mengenakan jaket jins biru dengan dalaman kaos coklat muda dan celana hitam. Tubuhnya gemetaran akibat belum makan seharian.
Melihat keadaan Anton, Maya terenyuh. Apalagi, bapaknya sedang bekerja di Riau. Ingin dia menghampiri anaknya yang sedang dikumpulkan Pak Polisi. Namun, apa daya polisi belum mengizinkannya. Alasannya, pendataan masih berlangsung.
Nasib Anton memang apes. Saat itu ia bersantai bersama empat orang temannya pada Rabu (5/11) malam di daerah Cengkareng, Jakarta Barat. Dia tengah bermain gitar ketika sekonyong-konyong sejumlah polisi mengerebek mereka. Menurut dugaan polisi, mereka adalah kawanan preman yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat.
Gesitnya para polisi mengejar kelompoknya, membuat Anton dan kawan-kawan tak sempat melarikan diri. Dia pun tertangkap dan dibawa ke Kantor Polres Jakarta Barat.
Sadar tidak bisa berbicara secara langsung, Maya pun menggunakan ponsel untuk berkomunikasi dengan anaknya. "Mamak pulang saja, besok jemput di Kedoya sambil bawa surat kartu keluarga dan surat keterangan dari RT/RW," bunyi SMS Anton lagi.
Sebenarnya Maya ingin sekali bertemu anak sulungnya yang sudah dua hari tidak pulang ke rumah itu. Apalagi dia tahu Anton tidak membawa uang, dan kelaparan pula. "Mau kasih duit, takut diminta teman-temannya," kata Maya.
Melihat anaknya terus komat-kamit meminta Maya pulang, akhirnya dengan berat hati dia pun meninggalkan anaknya itu.
Rina Widiastuti