Saksi Mengenal Harvey Moeis dari Direktur PT Timah yang Jadi Tersangka
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Linda novi trianita
Kamis, 29 Agustus 2024 14:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Agung Pratama selaku Direktur Operasional dan Produksi PT Timah periode 2020-2021 menjadi saksi sidang korupsi yang menyeret Harvey Moeis bersama dengan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta. Dalam kesaksiannya, Agung diajak Direktur Utama PT Timah Riza Pahlevi untuk bertemu dan berkenalan dengan Harvey Moeis di Sofia at Gunawarman, Jakarta Selatan pada 2018.
Dalam pertemuan itu, Harvey dikenalkan sebagai perwakilan PT RBT. "Tidak ada pembahasan khusus, Yang Mulia, cuma makan-makan saja," kata Agung di Pengadilan tindak pidana korupsi ( Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 29 Agustus 2024.
Agung menyebut dalam pertemuan itu, tidak hanya dirinya yang ikut serta. Dia berkata seluruh direktur di PT Timah pada saat itu hadir dalam pertemuan, mulai dari Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani; Direktur Sumber Daya Manusia, Muhammad Rizki; Direktur Keuangan, Wibisono; Direktur Pengembangan Usaha, Trenggono Sutioso; dan Direktur Niaga, Purwoko.
Saat ditanya soal jabatan Harvey di PT RBT, Agung menyebut tidak mengetahui jabatan struktural suami dari aktris Sandra Dewi itu. Ia hanya mengetahui Harvey sebagai perwakilan PT RBT sebagaimana saat diperkenalkan oleh Riza Pahlevi. "Harvey setahu saya perwakilan dari PT RBT, saya tidak tahu secara strukturalnya," ujarnya.
Harvey Moeis didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada periode 2015-2022. Korupsi timah diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
Dia diancam dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.