TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno akan meminta bantuan Ombudsman untuk memantau penataan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Kami minta bantuan juga dari teman-teman, termasuk Ombudsman yang hits banget untuk memantau Tanah Abang," kata Sandiaga di Balai Kota DKI, Jumat, 5 Januari 2018.
Sandiaga meminta Ombudsman memantau adanya iuran pungutan oleh aparat pemerintah kepada pedagang kaki lima atau PKL di Tanah Abang setelah adanya penataan tahap pertama.
Baca juga: Alasan Ombudsman Akan Investigasi Lagi Pungli di Tanah Abang
"Kalau ada terpantau mengambil biaya iuran pungutan, laporkan ke kami dan kami akan tindak tegas," katanya.
Sebelum adanya penataan Tanah Abang oleh Gubernur Anies Baswedan dua pekan lalu, Ombudsman mengungkapkan adanya maladministrasi yang dilakukan Satpol PP DKI Jakarta dalam penataan PKL.
Berdasarkan hasil investigasi lembaga itu, petugas Satpol PP di lapangan sengaja membiarkan pedagang menempati trotoar.
"Mereka membiarkan PKL menggunakan trotoar, meminta uang, kerja sama dengan preman dan ormas, sehingga tidak menjalankan fungsinya," kata anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, di kantornya, Kamis, 2 November 2017.
Tim investigasi diturunkan di sejumlah lokasi yang paling sering dikuasai kaki lima, di antaranya Tanah Abang, Stasiun Manggarai, dan Stasiun Tebet. Di tiga lokasi itu petugas Satpol PP tidak melakukan tindakan apa pun meski melihat PKL berjualan di trotoar.
Simak juga: Lulung Sangsi dengan Temuan Ombudsman Soal Pungli di Tanah Abang
Larangan untuk berdagang di trotoar diatur dalam Pasal 25 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007. Sedangkan pembiaran yang dilakukan Satpol PP jelas-jelas melanggar Pasal 33 Peraturan Gubernur Nomor 221 Tahun 2009.
Selain itu, Ombudsman mendapati petugas Satpol PP justru memfasilitasi pedagang membuka lapak di tempat-tempat terlarang di Tanah Abang. Sebagai imbalannya, petugas menerima insentif sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 8 juta per bulan dari satu pedagang.