TEMPO.CO, Jakarta - Mulai hari ini, tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik pengembang pulau reklamasi di Teluk Jakarta, Lucia, ditahan polisi setelah diperiksa sejak kemarin siang, Kamis, 1 Februari 2018, pukul 11.00.
"Benar ditahan," ujar juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, kepada pewarta, Jumat, 2 Februari 2018.
Argo menuturkan, Lucia akan menginap di tahanan selama 20 hari ke depan, mulai hari ini, 2 Februari 2018. Dia tidak menjelaskan lebih detail ihwal dasar penahanan pembeli dua rumah kantor di Pulau D itu. "Bisa karena takut melarikan diri, maupun mengulangi perbuatan."
Kejadian bermula saat pertemuan PT Kapuk Naga Indah dengan pembeli properti di Pulau C dan D pada 9 Desember 2017. Saat itu terjadi kericuhan karena pembeli mempertanyakan status perizinan dan hak mereka atas properti di Teluk Jakarta yang mereka sudah bayar.
Seseorang dalam pertemuan tersebut merekam keributan yang terjadi dan menyebarkannya ke media sosial. Lantaran kejadian itu, pihak Agung Sedayu Group, melalui Lenny Marlina melaporkan hal itu kepada kepolisian pada 11 Desember 2017.
Polisi akhirnya menetapkan Lucia sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik pada Jumat, 26 Januari 2018. Dia diduga menghujat pihak pengembang reklamasi, yakni PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group.
Argo berujar polisi telah mengantongi sejumlah alat bukti untuk menaikkan status Lucia menjadi tersangka. "Antara lain keterangan saksi, petunjuk, surat-surat, dan lainnya."
Baca: Jadi Tersangka, Konsumen Pulau Reklamasi Merasa Dikriminalisasi
Menurut Argo, ucapan yang dilontarkan Lucia dalam keluhannya mengandung unsur pidana. Namun, dia tidak bisa menjelaskan lebih jauh, kalimat mana yang dia maksud itu. "Saya enggak hafal, tapi sudah masuk unsur penyidikan," kata dia. "Kami juga sudah memeriksa saksi ahli."
Lucia merasa hal yang dia sampaikan pada peristiwa percekcokan itu tidak mengandung unsur pencemaran nama baik ataupun fitnah. Dia memang mengakui sempat melontarkan kalimat, "Pengembang tidak bertanggung jawab." Namun dia memiliki alasan atas ucapan itu.
Para konsumen, kata dia, merasa pengembang lepas tangan dan tidak mau menemui konsumen untuk mencari solusi bersama. Dia berujar para konsumen sejak awal sudah percaya kepada pengembang bahwa perusahaan properti itu bisa menyelesaikan proyeknya.
"Pas pertama membeli kan kami tahunya izin ada. Kita minta diperlihatkan izinnya," ucapnya. Setelah proyek berjalan dan kemudian dimoratorium, barulah para konsumen mengetahui pengembang pulau reklamasi itu belum mengantongi sejumlah perizinan.
Sampai berita ini ditulis, Tempo belum bisa menghubungi kuasa hukum tersangka kasus reklamasi Lucia, Rendy Anggara Putra.