TEMPO.CO, Jakarta -Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan menelusuri kasus pencurian data nasabah bank dengan modus skimming. Sebab, hasil pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya menemukan ada aliran dana hasil kejahatan untuk pembelian mata uang virtual, Bitcoin.
"Desk Fintech and Cyber Crime PPATK akan berkoordinasi dengan Cyber Crime Bareskrim Kepolisian RI," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae kepada Tempo di Jakarta, Sabtu, 17 Maret 2018, soal kasus skimming tersebut.
Meski pengungkapan kasus ini disampaikan Polda Metro Jaya, pencurian nasabah memang tidak hanya terjadi di Jakarta, namun menyebar hingga Bandung, Yogyakarta, dan Kediri.
Baca : Kasus Skimming BRI, Polisi: Nasabah BNI, Mandiri, BCA Juga Jadi Korban
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya hari ini mengumumkan penangkapan sindikat pembobol data rekening nasabah bank. Kelompok ini menggunakan modus pencurian data di kartu debit atau skimming untuk menggandakan kartu debit nasabah, lalu menguras isi tabungan. Anggota sindikat yang diringkus terdiri dari 3 orang Rumania, 1 orang Hungaria, dan 1 warga Indonesia.
Bitcoin sendiri adalah mata uang terlarang di Indonesia. Mata uang berbasis data virtual ini sama sekali tidak diakui oleh Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah lama menyatakan ada indikasi pencucian uang menggunakan Bitcoin.
Sesuai perkiraan PPATK, upaya mengalirkan dana menjadi Bitcoin diduga bagian dari upaya untuk mencuci uang hasil curian. Satu dari lima pelaku yang ditangkap Polda Metro, bahkan berperan untuk menukar mata uang Rupiah menjadi Euro.
"Sebagian dipindahkan ke Bitcoin," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta dalam di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Dian mengatakan koordinasi dengan kepolisian dalam pengusutan pencucian uang bukan dilakukan kali ini saja. Sebelumnya, beberapa kasus pencucian uang lain juga telah pernah diungkap.
Dalam kasus pencurian data nasabah, kata dia, PPATK bisa saja melibatkan lembaga lain selain Polri. "PPATK akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait, termasuk lembaga intelejen keuangan negara lain," ujarnya.
Tempo mencoba mengkonfirmasi pernyataan ini kepada CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan. Namun, belum ia irit bicara. "Saya lagi di luar negeri, silahkan via WhatsApp saja." Namun, pesan WhatsApp yang disampaikan belum kunjung ditanggapi hingga berita ini diturunkan.
Untuk melacak aliran dana tersebut komplotan tersangka pelaku skimming itu, Direktorat Kriminal Umum Polda Metro menyatakan siap berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Perbankan. Saat ini, polisi telah menjerat pelaku dengan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Pencucian Uang dengan ancaman maksimal 20 tahun bui.