TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Pari menggelar unjuk rasa di depan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI, Jalan Taman Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin, 16 April 2018. Aksi ini menjadi tindak lanjut dari laporan hasil akhir pemeriksaan (LHAP) Ombudsman RI, yang menemukan indikasi maladministrasi dalam penerbitan sertifikat di Pulau Pari.
Pengunjuk rasa yang berjumlah sekitar 70 orang itu datang ke kantor BPN DKI sekitar pukul 13.30. Mereka menggelar orasi selama dua jam dan meminta bertemu dengan pemimpin BPN DKI. Dalam orasinya, pengunjuk rasa meminta BPN segera mencabut sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan yang diberikan kepada PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griyanusa. "Cabut sertifikat bodong! Tindak tegas oknum yang bermain di sana. Tunjukkan kepada kami bahwa BPN DKI masih bersih," kata seorang pengunjuk rasa.
BPN menerima lima perwakilan pengunjuk rasa untuk berdialog. Dalam kesempatan itu, pengunjuk rasa menyatakan sudah lima generasi tinggal di Pulau Pari. Keberadaan mereka terancam setelah sebagian besar tanah di pulau itu dikuasai korporasi.
"Kami tadi sudah bertemu dengan perwakilan BPN, tapi bukan kepalanya, sehingga mereka tidak bisa mengambil keputusan apa pun," ujar Sulaiman, salah satu perwakilan pengunjuk rasa.
Pegawai BPN DKI bernama Opung mengatakan Kepala BPN DKI Muhammad Najib Taufieq tidak berada di kantor karena menghadiri rapat di Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Rapat tersebut, kata dia, membahas LHAP Ombudsman terkait dengan Pulau Pari. "Jadi tolong bersabar," ucapnya sambil menunjukkan surat undangan rapat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Ia berjanji akan menyampaikan tuntutan warga Pulau Pari tersebut kepada atasannya.