TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan dalam beberapa hari ini Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) disergap cuaca ekstrem 32-34 derajat selsius. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan, dalam sepekan terakhir, kondisi cuaca Jakarta terasa lebih panas dari sebelumnya.
Kalau pun ada hujan, kata Hary, hanya terjadi menjelang sore hingga malam. Menurut Hary, itu menandakan Indonesia telah memasuki awal musim pancaroba dari musim hujan ke musim kemarau.
"Sebentar lagi kita beralih dari musim penghujan ke musim kemarau atau dikenal dengan pancaroba," ujar Hary kepada Tempo, Senin, 16 April 2018. Hary mengatakan, cuaca ekstrem panas di Jakarta juga disebabkan pada bulan April ini posisi matahari berada di sekitar Khatulistiwa. Sehingga, kata Hary, radiasi panas yang terasa lebih optimal.
"Kalau masyarakat merasa gerah, itu mengindikasikan kelembapannya cukup tinggi dan dimungkinkan hujan antara menjelang sore dan malam hari," kata Hary. Musim pancaroba, Hary menambahkan, secara normal biasa terjadi pada bulan Maret hingga Mei.
Musim pancaroba terjadi dua kali dalam setiap pergantian musim, dari kemarau ke penghujan maupun sebaliknya. "Sekarang termasuk salah satu bulan pancaroba. Nanti Juni sampai Agustus itu kemarau, terus pancaroba berikutnya di September sampai November," ucap Hary.
Menurut Hary, perkiraan suhu pada April berkisar antara 32 sampai 34 derajat selsius. Sedangkan kelembapan udara masih normal antara 60 sampai 95 persen. "Suhu di bulan April secara normal itu kisaran 33 sampai 36 derajat selsius, berarti kalau saat ini 32 sampai 34 derajat selsius itu masih normal," Hary menuturkan.
Ahli klimatologi dan vulkanologi Institut Pertanian Bogor Perdinan mengatakan, salah satu penyebab cuaca ekstem disebabkan oleh musim pancaroba. "Sebab, pancaroba ke musim kemarau terjadi bulan Maret hingga Mei, di mana posisi matahari tanggal 21 Maret tepat di equator atau nol derajat," ujar Perdinan.