TEMPO.CO, Jakarta - Gatot Brajamusti alias Aa Gatot divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh majelis hakim atas tindak asusila terhadap perempuan berinisial CT. Sidang putusan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 April 2018. Sidang tersebut berbarengan dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus kepemilikan senjata api dan satwa liar, yang juga menjerat Gatot.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama sembilan tahun dan denda Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan," kata hakim ketua, Irwan, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Menurut Irwan, ada unsur bujukan terhadap anak di bawah umur ketika Gatot menyetubuhi CT, yang saat itu masih berusia 16 tahun 10 bulan, hingga hamil. Karena itu, Aa Gatot dinyatakan melanggar Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hukuman bui tersebut lebih ringan ketimbang tuntutan JPU Sarwoto dan Hadiman sebelumnya, yakni 15 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider satu tahun kurungan penjara. Keringanan diberikan atas pertimbangan bahwa terdakwa tengah dijatuhi pidana lain, yakni kasus narkoba berkekuatan hukum tetap selama 10 tahun penjara. "Maka perlu diperhatikan maksimal penjatuhan hukuman pidana penjara," ujar Irwan.
Kuasa hukum Aa Gatot, Ahmad Rifai, menyatakan keberatan terhadap putusan majelis hakim tersebut. Mereka akan mempertimbangkan pengajuan banding dalam jangka waktu tujuh hari yang diberikan majelis hakim. "Ya, kita lihat nanti," ucap Rifai.
"Kita akan lihat apakah pertimbangan hukumnya setelah kita menerima putusan-putusan tersebut, kita akan bisa membaca bagaimana pertimbangan-pertimbangannya. Kita akan melakukan upaya-upaya lainnya," tuturnya di luar sidang bersama Aa Gatot.
SALSABILA PUTRI PERTIWI | ALI ANWAR