TEMPO.CO, Tangerang - Majelis Ulama Indonesia Kota Serang mengajak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bertemu dan duduk bersama membahas hal-hal yang dianggap menistakan agama dalam kasus ajaran sesat dan menyesatkan yang dilakukan Raja Kerajaan Ubur Ubur, Aisyah Tusalamah Baiduri Intan.
Baca juga: Raja Kerajaan Ubur Ubur Telah Bertobat, Ini Pengakuannya
"Komnas HAM ketemu dengan kami (MUI), kita bahas. Di mana keberatan dan ketidaksetujuannya jika Raja Ubur Ubur telah terindikasi menistakan agama," ujar Sekretaris Umum MUI Kota Serang, Amas Tajuddin, kepada Tempo, Sabtu 26 Agustus 2018.
Pernyataan Amas ini menanggapi permintaan Komnas Ham agar Raja Kerajaan Ub Ubur Ubur Aisyah Tusalamah Baiduri Intan tidak dipidanakan. Aisyah terancam hukuman pidana dengan pasal penodaan agama dan UU ITE setelah MUI Kota Serang menyatakan ajaran sekte Kerajaan Ubur Ubur sesat.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menyarankan agar pelaku sebisa mungkin mendapat pembinaan ketimbang dipidanakan. "Kecuali kalau ada unsur pidana, misalnya penipuan, kekerasan dan lain-lain," kata Taufan kepada Tempo, Jumat, 17 Agustus 2018.
Mengenai fatwa sesat dari MUI kepada Kerajaan Ubur Ubur yang jadi landasan Aisyah dipidana pasal penodaan agama, Taufan tak mau berkomentar. Menurut dia, Komnas HAM tidak berwenang di ranah itu.
Namun, Taufan mengatakan jika pasal penodaan agama digunakan untuk menjerat pelaku, Komnas HAM akan keberatan. Menurut dia, jika kebebasan berkeyakinan seseorang mau dibatasi, harus dengan alasan pidana yang merugikan pihak tertentu.
"Misalnya Gafatar, sebetulnya bisa dipidanakan dengan pasal penipuan. Ribuan orang dirugikan karena kehilangan harta bendanya. Jadi bukan dengan pasal penodaan agama yang seringkali bias," ujar Taufan.
Namun demikian, Amas menghormati pendapat berbeda dari pihak manapun termasuk Komnas HAM dalam memberi sudut pandang kasus ini. "Semua lembaga boleh saja berbeda pendapat. Komnas HAM silahkan saja berpendapat. Mereka punya pandangan dan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan, kami juga begitu," kata Amas.
Menurut dia, ada pihak yang tidak setuju tidak masalah. Namun, MUI akan terus menjalankan tugas meluruskan akidah umat.
Amas menyatakan MUI Kota Serang memiliki alasan kuat jika Aisyah yang mentasbihkan dirinya sebagai Raja Kerajaan Ubur ubur telah melakukan penistaan agama. "Untuk itu, MUI Kota Serang merekomendasikan agar Aisyah dijerat dengan Pasal 156 KUHP tentang penodaan atau penistaan agama," kata Amas.
Amas mengatakan rekomendasi yang telah resmi dituangkan dalam pendapat hukum MUI Kota Serang itu, Aisyah melakukan penistaan agama karena mengaku Islam tapi beragama Sunda wiwitan. "Ketika mengaku bukan Islam tapi meyakini dan membaca ajaran Islam secara keliru, ini sebuah penistaan," kata Amas.
Aisyah, kata Amas, juga bertuhankan Nyi Roro Kidul. "Keyakinan ini ia dapat dengan mengutip Al-Qur'an surat Al-Baqarah. Menurut dia orang yang berimam pada yang gaib, yang gaib itu Nyi Roro Kidul," kata Amas.
Parahnya lagi, Aisyah tidak membaca ayat Al-Qur'an, dia hanya membaca tafsir terjemahan Al-Qur'an cetakan kelima tahun 1957 yang masih menggunakan ejaan lama. "Dia tidak baca ayat Alquran. Tafsir dan pemahaman Aisyah sendiri," kata Amas.
Bahkan, kata Amas, dalam video yang diunggah di YouTube, Aisyah menantang ayat dan surat apa dalam Al-Qur'an yang menyatakan jika Nabi Muhammad SAW itu adalah laki laki. " Aisyah menyatakan jika Nabi Muhammad itu adalah perempuan dan lahir di Sumedang, Jawa Barat," Amas menuturkan.
Keyakinan Aisyah tersebut, kata Amas, diikuti oleh 12 pengikutnya di Kerajaan Ubur ubur dan disaksikan oleh banyak followersnya di Facebook. "Ini harus diluruskan."
Dalam fatwa MUI Kota Serang juga disampaikan bahwa ajaran Raja Kerajaan Ubur ubur pimpinan Aisyah sesat dan menyesatkan karena meyakini dirinya adalah perwujudan dari Allah SWT yang memiliki malam dan pertilasan di Kota Serang, Kakbah tempat pemujaan nabi dan Hajar Aswad berentuknya kelamin perempuan. "Pendapat hukum MUI ini, cocok untuk pasal pas penistaan agama," ujar Amas.