PT Transportasi Jakarta juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan enam operator angkutan kota. Enam operator itu ialah Koperasi Budi Luhur, Koperasi Wahana Kalpika (KWK), Puskop AU Halim Perdana Kusuma, PT Lestari Surya Gema Persada, Purimas Jaya, dan PT Kencana Sakti Transport. Penandatanganan nota kesepahaman itu merupakan langkah awal sebelum Transjakarta meneken kontrak kerja sama rupiah per kilometer untuk program OK-OTrip dengan operator-operator itu.
Tempo juga sempat mencoba menempelkan kartu OK-OTrip pada mesin tapping di angkutan kota OK 17. Namun, mesin itu memerlukan waktu lebih dari satu menit untuk bisa mendata transaksi itu.
Kendala lainnya ialah, masih adanya penumpang yang membayar ongkos tunai pada sopir. Dari 14 penumpang OK 17, ada empat orang yang memberikan uang tunai sekitar Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu pada Orden. Padahal, dalam program OK-OTrip, sopir dilarang meminta ongkos maupun menerima uang tunai dari penumpang karena pembayaran ongkos dilakukan dengan cara menempelkan kartu OK-OTrip pada mesin tapping.
Salah satu penumpang OK 17, Risa, mengungkapkan terpaksa membayar ongkos tunai karena lupa membawa kartu OK-OTrip. “Biasanya juga saya bawa, ini karena buru-buru saja,” tutur perempuan berusia 29 tahun itu.
Orden mengungkapkan terpaksa menerima ongkos tunai dari penumpang itu karena pemilik angkutan kerap telat membayarkan gajinya sebesar Rp 3,6 juta per bulan, sesuai upah minimum regional DKI. Pria berusia 46 tahun ini pernah telat menerima gaji hingga 15 hari. “Gimana lagi, masak gak beli minum, makan, dan rokok,” keluhnya.