TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengaku heran dengan adanya pungutan liar dalam pembuatan sertifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Saefullah mengatakan praktik pungli seperti itu seharusnya sudah tak ada lagi di masyarakat.
"Harusnya sudah enggak ada. Kalau masih ada, laporin ke kami," kata Saefullah di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin, 11 Februari 2019.
Baca: Cegah Pungli Sertifikat Tanah, Wali Kota Buat Surat Edaran
Saefullah mengatakan pihaknya belum mendapat laporan mengenai praktik pungli itu. Sehingga ia belum bisa melakukan tindakan tegas terhadap pihak yang melakukan hal tersebut.
Meski begitu, Saefullah memastikan pelaku yang melakukan pungli dapat dipidanakan. "Nanti unsurnya apa, ini pemerasan atau bagaimana gitu ya. Nanti penegak hukum yang akan mengeksekusi," kata dia.
Dugaan pungli terungkap setelah sejumlah warga Ibu Kota mengaku dimintai uang oleh kelompok masyarakat yang sebagian terjadi di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Padahal program PTSL tersebut gratis, kecuali ada biaya yang menjadi tanggung jawab pemohon sertifikat, seperti meterai, tanda batas yang dianggap perlu, kelengkapan dokumen, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) atau pajak penghasilan.
Baca: Besaran Bisa Dinego, Ini Lima Fakta Pungli Sertifikat Tanah
Salah satu yang mengalami pungli adalah Naneh, 60 tahun, warga RT 02 RW 05 Kelurahan Grogol Utara, Jakarta Selatan. Ia dimintai uang Rp 3 juta oleh pengurus RW 05 yang juga Ketua RT 10, Mastur. Naneh dijanjikan mendapatkan sertifikatnya pada Desember 2018 setelah biaya itu dilunasi. Namun sampai pekan lalu, sertifikat tanahnya belum di tangan. Padahal Presiden Jokowi telah secara simbolis menyerahkan sertifikat tersebut kepada mereka pada 23 Oktober 2018.
Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis memastikan tak ada pungutan biaya dalam penerbitan sertifikat gratis tersebut. Menurut dia, tak ada peraturan yang mengatur pungutan hingga jutaan rupiah tersebut. “Uang lelah itu dasar hukumnya apa?”
Berdasarkan peraturan Kementerian Agraria, warga yang mengikuti program sertifikat tanah PTSL hanya perlu membayar beberapa kewajiban, di antaranya dokumen penyediaan surat tanah bagi yang belum ada, pembuatan dan pemasangan tanda batas (patok), serta (BPHTB) jika terkena. Keperluan lainnya adalah biaya meterai, fotokopi, Letter C, dan saksi. Dengan demikian, Horison melanjutkan, Kementerian tak bertanggung jawab atas pungutan uang lelah terhadap warga pemilik tanah.